The research aims to assess the response to the growth and production of onion against of liquid organic fertilizer from cow biourie in some concentrations and to get the best concentration for the growth and production of red onion. The research was conducted atfield experimental in Pandu, North Minahasa regency from May to July 2014. The experiment was designed using a randomized block design. The treatment was concentration of cow biourine namely 0% B1 10%, B2 20%, B3 30%, B4 40% and B5 50%. Each treatment was replicated three times. Characters observed were plant height, number of leaves, tuber diameter, number of tuber, fresh weight of tuber with leaves and dry weight of tuber. Data was analyzed using analysis of variance. The result showed that the biourine concentration had significant effect on plant height, number of leaves, tuber diameter, number of tuber, fresh weight of tuber with leaves and dry weight of tuber. Treatment of B1, B2, B3 and B4 concentration were not significant difference at plant height. However, those four treatments were significantly different compared to B0 and B5. The fives treatment differed with the control on characters of number of leaves, number of tuber andfresh weight of tuber with leaves. On character of tuber dry weight, B2 treatment was significant difference compared to control whereas the other treatments were not significantly differed. On character of tuber diameter, three treatments were significant difference compared to the control namely B2, B4 and B5. Keywords Allium ascalonicum L, biourine cow, fertilizer, growth and production Figures - uploaded by Jeanne Martje PaulusAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Jeanne Martje PaulusContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 142 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH Allium ascalonicum L. BERBASIS APLIKASI BIOURINE SAPI GROWTH AND PRODUCTION OF ONION Allium ascalonicum L. BASED ON APPLICATION OF COW BIOURINE Olvie G. Tandi1, Jeanne Paulus2 dan Arthur Pinaria2 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 2Fakultas Pertanian Unsrat Manado, 95115 ABSTRACT The research aims to assess the response to the growth and production of onion against of liquid organic fertilizer from cow biourie in some concentrations and to get the best concentration for the growth and production of red onion. The research was conducted atfield experimental in Pandu, North Minahasa regency from May to July 2014. The experiment was designed using a randomized block design. The treatment was concentration of cow biourine namely 0% B1 10%, B2 20%, B3 30%, B4 40% and B5 50%. Each treatment was replicated three times. Characters observed were plant height, number of leaves, tuber diameter, number of tuber, fresh weight of tuber with leaves and dry weight of tuber. Data was analyzed using analysis of variance. The result showed that the biourine concentration had significant effect on plant height, number of leaves, tuber diameter, number of tuber, fresh weight of tuber with leaves and dry weight of tuber. Treatment of B1, B2, B3 and B4 concentration were not significant difference at plant height. However, those four treatments were significantly different compared to B0 and B5. The fives treatment differed with the control on characters of number of leaves, number of tuber andfresh weight of tuber with leaves. On character of tuber dry weight, B2 treatment was significant difference compared to control whereas the other treatments were not significantly differed. On character of tuber diameter, three treatments were significant difference compared to the control namely B2, B4 and B5. Keywords Allium ascalonicum L, biourine cow, fertilizer, growth and production ABSTRAK Penelitian bertujuan mengkaji respon pertumbuhan dan produksi bawang merah terhadap pemberian pupuk organik dari biourine sapi pada berbagai konsenrtasi dan mendapatkan konsentrasi terbaik untuk pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan di Pandu, Kabupaten Minahasa Utara dari Mei hingga Juli 2014. Penelitian dirancang dengan menggunakan rancangan acak konsentrasi biourine sapi yaitu 0% B1 10%, B2 20%, B3 30%, B4 40% dan B5 50%.Setiap perlakuan diulang tiga kali. Karakter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter umbi, jumlah umbi, berat umbi segardengan daun dan berat umbi kering. Data dianalisis menggunakan analisis varian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi biourine memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter umbi, jumlah umbi, berat umbi segardengan daun dan berat umbi kering dengan daun. Perlakuan konsetrasi B1, B2, B3 dan B4 tidak ada perbedaan yang signifikan pada tinggi tanaman. Namun, empat perlakuan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan B0 dan B5. Lima perlakuan berbeda nyata dengan kontrol pada karakter jumlah daun, jumlah umbi dan berat segar umbi dengan daun. Pada karakter berat umbi kering dengan daun, perlakuan B2 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kontrol sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda secara signifikan. Pada karakter diameter umbi, tiga perlakuanyaitu B2, B4 dan B5memberikan pengaruh yang signifikan dibanding dengan kontrol. Kata kunci Allium ascalonicum L, biourine sapi, pemupukan, pertumbuhan dan produksi Volume 21 No. 3 Oktober 2015 143 PENDAHULUAN Bawang merah Allium ascalonicum L. merupakan salah satu komoditas utama sayurandi Indonesia dan mempunyai banyak manfaat. Bawang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu pe-nyedap makanan serta bahan obat tradisional. Ber-dasarkan data dari the National Nutrient Database bawang merah memiliki kandungan karbohidrat, gula, asam lemak, protein dan mineral lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia Waluyo dan Sinaga, 2015 . Pengembangan bawang merah di Sulawesi Utara tersebar di beberapa kabupaten dan kota seperti Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Minahasa Utara, Bolaang Mongondow, Bolang Mongondow Timur, Kota Kotamobagu dan Kota Bitung. Daerah-daerah ini tersebar di dataran rendah sampai dataran tinggi atau memiliki ketinggian tempat dari 0 – 800 mdpl Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, 2014. Keberadaan hewan ternak di Sulawesi Utara, sebagian besar belum dikelola sesuai per-untukannya dan terkesan dipelihara secara liar ada yang diikat/dilepas pada lahan-lahan kosong. Ber-dasarkan hal tersebut di atas, maka dipandang perlunya sistem pertanian terpadu antara ternak dan sayuran yang dapat diterapkan di kawasan ini. Pertanian terpadu hortikultura dan ternak dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedang-kan kotoran ternak dapat dijadikan pupuk organic bagi tanaman hortikultura. Produksi umbi bawang merah dengan daun tahun 2012 di Sulawesi Utara sebesar 5,301 ton dengan luas panen sebesar 680 hektar dan rata-rata produktivitas sebesar 7,80 ton/ha. Pada tingkat Nasional, rata-rata produksi bawang merah mencapai 10,7 t/ha. Potensi hasil di tingkat Balai Penelitian Sayuran Balitsa Lembang untuk dua varietas Sembrani dan ditanam pada kebun visitor plot. Varietas Sembrani, potensi hasil 9,0-24,4 ton/ha, dan dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah dengan altitude 6-80 m dpl. Sedangkan varietas Trisula potensi hasil ton/ha Badan Litbang Pertanian, 2013b. Berdasar-kan data tersebut di atas menunjukkan produksi rata-rata bawang merah di Sulawesi Utara masih jauh berbeda dibandingkan dengan rata-rata Nasional maupun di tingkat Litbang Pertanian dan produksi masih berpeluang untuk dapat ditingkat-kan. Beberapa penelitian yang memanfaatkan biourine sapi sebagai pupuk organik yang dikom-binasikan dengan pupuk anorganik dapat mening-katkan hasil tanaman. Menurut Sutari 2010 bahwa biourine sapi dengan konsentrasi 200 ml/ha air menunjukkan hasil tanaman sawi hijau yang paling baik. Penelitian Adijaya 2008, kombinasi pupuk organik padat dan pupuk organik cair RB 5 t ha-1 + 7500 l ha-1 urine sapi, konsentrasi 20% memberi-kan produksi bawang merah tertinggi sebesar 10,37 ton ha-1 atau meningkat sebesar 60,77% dibanding-kan dengan tanpa pupuk organik. Penelitin ini bertujuan mengkaji respon pertumbuhan dan produksi bawang merah terhadap pemberian pupuk organik dari biourine sapi pada berbagai konsentrasi dan mendapatkan konsetrasi biourine sapi terbaik untuk pertumbuhan dan produksi bawang merah. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Pandu selama tiga bulan terhitung mulai bulan Mei 2014 sampai dengan Juli 2014. Bahan digunakan pada penelitian ini yaitu bawang merah varietas Bima yang diperoleh dari pedagang benih di Pasar Bersehati Manado, pupuk Ponska, SP-36, Pupuk kotoran ayam, dan bahan untuk membuat biourie sapi urea, EM-4, temu-lawak, kunyit, jahe, gula pasir dan urin sapi segar. Alat yang digunakan berupa cangkul, sekop, meteran, timbangan, gelon sebagai wadah urine sapi, drum plastik berkapasitas 200 liter, gelas ukur, ember plastik, gembor, kamera dan alat tulis menulis. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK. Susunan perlakuan terdiri atas 6 perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 18 plot dengan ukuran 4 m x 1,2 m. Masing-masing per-lakuan konsentrasi biourine adalah sebagai berikut Tandi, dkk. Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah ……….…….. 144 Kontrol B0, 10% B1, 20% B2, 30% B3, 40% B4 dan 50% B5. Prosedur Kerja Tahapan yang dilakukan dalam pelaksana-an penelitian ini adalah sebagai berikut Persiapan Kegiatan di awali dengan proses pembuatan urine segar menjadi biourine lewat fermentasi. Me-nurut Pustaka Indonesia 2008 proses pembuatan urine menjadi biourine dengan proses fermentasi 1 EM-4 sebagai stater fermenter 250 ml, gula pasir 1 kg, urea 1 kg dilarutkan dalam air jernih se-banyak 10 liter kemudian masukkan ke dalam drum yang berisi urine segar sebanyak 150 liter. 2 Lengkuas, kencur, kunyit, temulawak dan jahe masing-masing 0,5 kg dihancurkan dan masukan juga ke dalam drum urine. Setelah tercampur ke-mudian urine diaduk sampai rata selama 15 menit, kemudian drum plastik ditutup rapat. 3 Lakukan pengadukan setiap hari selama 15 menit dan kemudian drum ditutup rapat kembali selama tujuh hari. 4 Setelah tujuh hari urine dipompa dengan menggunakan pompa yang biasa dipakai pada aquarium untuk meniriskan urine dan dilewatkan melalui talang plastik dengan panjang 2 m yang dibuat seperti tangga selama 3 jam, tujuan proses ini untuk penipisan atau menguapkan kandungan gas amoniak, agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan diberi pupuk biourine tersebut. Kemu-dian pupuk cair ini siap digunakan. U rine sapi se-belum difermentasi warnanya coklat kekuning-kuningan, baunya masih berbau urine, tetapi se-telah difermentasi menjadi biourine warnanya ber-ubah menjadi coklat kehitam-hitaman, dan sudah tidak berbau urine. Pengolahan Tanah Lahan pertanian dibersihkan dari gulma dan tanaman pengganggu lainnya, kemudian diolah sampai gembur menggunakan traktor. Setelah itu dibuat plot percobaan ukuran 4 m x 1,2 m dengan ketinggian 20-30 cm, jarak antar bedengan adalah 40 cm. Luas plot percobaan adalah 4,8 m2. Pemupukan Pupuk dasar berupa pupuk kandang dari kotoran ayam 20 ton/ha diberikan 2 minggu se-belum penanaman sebanyak 9,6 kg/plot dan pupuk anorganik berupa ponska 300 kg/ha atau 144 g/plot diberikan 2 kali yaitu saat penanaman dan saat tanaman berumur 15 hst dan SP-36 100 kg/ha atau 48 g/petak diberikan saat penanaman atau pupuk dasar. Penamaman Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan tiap lubang diisi 1 siung bawang. Bawang di tanam menggunakan jarak 20 x 20 cm Muku, 2002. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor atau menyesuaikan dengan kondisi cuaca saat penanaman. Penyulaman Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur 7-10 hari sesudah tanam. Tujuannya untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/mati. Ap likas i Bio u rine Biourine diberikan dalam bentuk beberapa konsentrasi sesuai perlakuan penelitan telah di-encerkan terlebih dahulu dengan air dan jumlah takaran yang diberikan adalah 7000 liter/ha Adijaya, 2008 atau 3,6 liter/plot. Pengambilan Sampel dan Pengamatan Karakter yang diamati adalah 1 Tinggi tanaman dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi yang diluruskan secara vertikal ke atas. Di ukur pada saat tanaman me-masuki umur panen; 2 Jumlah daun dengan cara menghitung jumlah daun per tanaman pada setiap perlakuan; 3 Diameter umbi bawang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada saat panen; 4 Jumlah umbi bawang per petak dihitung pada saat panen; 5 Berat segar umbi dengan daun per petak ditimbang saat panen; 6 Berat umbi kering dengan daun per petak ditimbang setelah umbi dikering anginkan selama 2 minggu. Volume 21 No. 3 Oktober 2015 145 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dan jika terda-pat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT pada taraf signifikan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman cm Berdasarkan hasil analisis sidik ragam p ABSTRACT The use of inorganic fertilizers to increase crop productivity can be suppressed by switching it to organic fertilizers. The abundance of cow urine waste can be used as organic fertilizer and to be used as biourine. This study was aimed at determining the effect of biofertilizers and molasses toward biourine quality and its effect on productivity of pakchoy. This research was conducted in UPT Compost Brawijaya University, and glasshouses in Sukapura Village, Probolinggo in August to November 2016. This research consisted of two steps. First production of biourine with the addition of organic material such as molasses, biofertilizers, and empon-empon namely turmeric, galangal, and Kaempferia galanga, which consists of 12 treatments with 3 replications arranged in a completely randomized design, and application of biourine on pakchoy consisting of 6 treatments control, doses of 200, 300, 400, 500, and 600 ml L-1 with three replications. The results of first step showed E1 treatment 10 L biourine + 30 ml + 750 ml molasses can improve N-total 860%, organic matter 282%, and population of microbe 1229% . The best biourine in first research E1 treatment was applied with dose 600 ml L-1 showed the best result. It showed to increase the number of leaves as much as 48% and the fresh weight of pakchoy by 405% when compared to no biourine treatment. Keywords biofertilizer, inceptisols, soil health, and population of microbe ABSTRAK Penggunaan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas tanaman dapat ditekan dengan beralih menggunakan pupuk organik. Melimpahnya limbah urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan dijadikan biourin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk hayati dan molase terhadap kualitas biourin dan pengaruhnya terhadap produktivitas pakchoy. Penelitian dilakukan di UPT Kompos Universitas Brawijaya, dan rumah kaca di Desa Sukapura, Probolinggo pada bulan Agustus sampai Nopember 2016. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, pertama pembuatan biourin dengan penambahan bahan organik berupa molase, pupuk hayati, dan empon-empon kunyit, lengkuas, dan kencur yang terdiri dari 12 taraf perlakuan dengan 3 ulangan pada Rancangan Acak Lengkap, dan kedua pengaplikasian biourin pada tanaman pakchoy yang terdiri dari 6 taraf perlakuan kontrol, dosis 200, 300, 400, 500, dan 600 ml L-1 dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian tahap pertama menujukkan perlakuan E1 10 L urin + 30ml pupuk hayati + 750ml molase mampu meningkatkan N-total 860%, bahan organik 282%, dan populasi mikroba sebesar 1229%. Aplikasi biourin terbaik pada penelitian tahap 1 perlakuan E1 dengan dosis 600 ml L-1 pada tanaman pakchoy menunjukkan hasil terbaik, ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah daun sebanyak 48% dan bobot basah tanaman sebesar 405% jika dibandingkan tanpa pemberian biourin. Kata kunci inceptisol, kesuburan tanah, mikroba, dan pupuk organik cair
TerhadapJumlah Umbi 54 24 Hasil Panen Bawang Merah 55 25 Persiapan Lahan 59 26 Pengomposan Kotoran Kandang Kabing 59 27 Persiapan Bahan Tanam 59 pupuk ZA 20 kg/ha menghasilkan bobot segar umbi panen sebesar 2144.83 , berat kering umbi panen sebesar 1678.70 dan berat kering total tanaman
Cara Membuat Sambal Kacang, Unsplash/Albert Vincent WuSambal merupakan salah satu menu makanan tambahan yang banyak dikonsumsi manusia. Cara membuat sambal kacang di rumah menjadi salah satu cara yang memudahkan pengguna untuk menghasilkan sambal kacang. Mengutip dari jurnal Bumbu kacang, saus kacang, kuah kacang, sambal kacang, atau bumbu pecel adalah semacam saus berbumbu berbahan kacang tanah goreng yang digiling dan Membuat Sambal Kacang Cara Membuat Sambal Kacang, Foto Unsplash/Albert Vincent WuKali ini Tips dan Trik akan memberikan beberapa cara membuat sambal kacang dengan mudah hanya di rumahCara Membuat Sambal Kacang Original 10 buah cabai rawit merah sesuai seleraPanaskan minyak, goreng kacang hingga kacang bersama bawang merah, bawang putih, dan cabai hingga minyak, masukkan kacang, tambahkan air dan daun jeruk, aduk kembali hingga minyak dari kacang Membuat Sambal Kacang PedasKacang tanah, cabai, bawang putih digoreng dulu. Lalu masukkan 1 gelas air matang, semua bahan diblender jadi satu. Kecuali jeruk diblender. Aduk rata. Tambahkan air 1 gelas. Test rasa. Sesuaikan dengan kekentalan atau keenceran tekstur sambal yang diinginkan. Terakhir peras air jeruk nipis ke dalam sambal kacang. Aduk rata. Membuat Sambal Kacang Tomat Terasi yang sudah digorengGoreng kacang sampai kecokelatan, cabai, bawang merah, dan bahan yang sudah digoreng tersebut ke dalam cobek dan garam, terasi, dan air beberapa cara membuat sambal kacang yang enak di rumah dengan bahan yang mudah di dapatkan. Cobalah resep di atas. Pastikan mengikuti langkah-langkahnya!
Selamamasa pertumbuhan bawang merah, penyiangan pada umumnya dilakukan dua kali. Penyiangan pertama ketika tanaman masih berumur 2 – 4 minggu, sedang penyiangan kedua dilakukan ketika tanaman berumur 5 – 6 minggu. Untuk frekuensi penyiangan sendiri tergantung pada pertumbuhan gulma. Gambar 6. Tanaman yang telah digemburkan.
Shallot production in Central Sulawesi recorded a decline from tons, between 2017-2018. However, the use of an accurate composition of the planting medium serves as a possible alternative to boost the yield. Also, the introduction of organic matter tends to increase the nutrient content, influence the aeration, and subsequently leads to drainage. This study is aimed at determining the effect of plant media composition on shallot growth and yield. A randomized block design comprising 4 treatments, termed soil composition, husk charcoal, and goat manure. Each treatment was repeated at 5 times to achieve 20 experimental units. The results showed that the plant media composition indicated a significant effect on the parameters of plant height at age 4 and 6 Weeks After Plantings WAP, quantities of leaves aged 4 WAP, tillers aged 6 WAP as well as tubers per clump. Similar impacts were also reported on plant height at 2 WAP, the number of leaves aged 2 and 6 WAP, fresh tuber weight, tuber diameter, accumulated weight loss, root length, and available moisture content. Furthermore, the addition of husk charcoal and manure at a volume ratio of soil husk charcoal manures = 211, tends to increase the quantities of leaves, tillers, tubers per clump, as well as plant height, fresh tuber weight, and shallot bulb diameter. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 5, No. 1, June 2021, pp. 38–43 ISSN 2655-7924 Print ISSN 2614-7416 Online doi © 2021 Agrotechnology Research Journal Pengaruh Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Effects of Planting Media Composition on the Growth and Yield of Shallot Sugianto1, Kamelia Dwi Jayanti2* 1-2Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Universitas Sintuwu Maroso, Poso, Sulawesi Tengah, 94612, Indonesia Received 29 September 2020; Accepted 21 May 2021; Published 30 June 2021 ABSTRACT Shallot production in Central Sulawesi recorded a decline from tons, between 2017-2018. However, the use of an accurate composition of the planting medium serves as a possible alternative to boost the yield. Also, the introduction of organic matter tends to increase the nutrient content, influence the aeration, and subsequently leads to drainage. This study is aimed at determining the effect of plant media composition on shallot growth and yield. A randomized block design comprising 4 treatments, termed soil composition, husk charcoal, and goat manure. Each treatment was repeated at 5 times to achieve 20 experimental units. The results showed that the plant media composition indicated a significant effect on the parameters of plant height at age 4 and 6 Weeks After Plantings WAP, quantities of leaves aged 4 WAP, tillers aged 6 WAP as well as tubers per clump. Similar impacts were also reported on plant height at 2 WAP, the number of leaves aged 2 and 6 WAP, fresh tuber weight, tuber diameter, accumulated weight loss, root length, and available moisture content. Furthermore, the addition of husk charcoal and manure at a volume ratio of soil husk charcoal manures = 211, tends to increase the quantities of leaves, tillers, tubers per clump, as well as plant height, fresh tuber weight, and shallot bulb diameter. Keywords Goat manure; Rice husk charcoal; Soil moisture; Soil structure Cite this as CSE Style Sugianto, Jayanti KD. 2021. Pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Agrotechnology Res J. 51 38–43. PENDAHULUAN Bawang merah sebagai bumbu penyedap masakan dan obat tradisional sehingga banyak diminati masyarakat. Permintaan bawang merah akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat Dewi dan Sutrisna 2016. Konsumsi bawang merah dalam rumah tangga selama periode tahun 2002 - 2021 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. pada tahun 2018 konsumsi bawang merah sekitar 2,764 kg/kapita/tahun atau naik sebesar 7,52 % dibandingkan tahun sebelumnya Manurung 2019. Penanaman bawang merah pada umumnya dilakukan di lahan yang cukup luas, namun untuk skala rumah tangga, budidaya bawang merah dapat dilakukan dalam polybag dengan menggunakan berbagai media tanam yang ada. Media tanam merupakan substansi tempat akar tanaman tumbuh, mengekstrak air dan unsur hara Landis et al. 2014. Menurut Center for Agriculture Food and the Environment 2020 media tanam harus terdiri dari campuran komponen yang menyediakan air, udara, unsur hara dan penunjang bagi tanaman. Budidaya yang dilakukan dalam skala rumah tangga biasanya menggunakan tanah mineral yang berasal dari pekarangan rumah. Tanah mineral yang berasal dari pekarangan rumah pada umumnya kurang subur dan padat sehingga tidak cukup mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Oleh karena itu perlu penambahan bahan organik sebagai salah satu alternatif untuk menciptakan kondisi media tanam yang optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Beberapa bahan organik yang dapat dikombinasikan dengan tanah sebagai media tanam adalah pupuk kandang dan arang sekam padi. Pupuk kandang selain dapat menambah ketersediaan hara pada media tanam, dapat meningkatkan porositas tanah dan kemampuan media tanam menyimpan air. Hasil penelitian Zulkarnain et al. 2013 dan Surya et al. 2017 menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik mampu meningkatkan porositas, kandungan C-organik tanah, menurunkan berat isi dan berat jenis, serta meningkatkan kemantapan agregat, porositas tanah dan kadar air pF 4,2. Sekam bakar dapat digunakan sebagai bahan tanam bawang merah karena memiliki struktur gembur, drainase dan aerasi yang baik sehingga mendukung akar dalam penyerapan unsur hara Andalasari et al. 2017. Arang sekam padi memiliki sifat porous sehingga *Corresponding Author E-Mail Agrotechnology Research Journal, June 2021, 5138–43 Komposisi Media Tanam Bawang Merah dapat meloloskan air dengan baik. Arang sekam padi berpengaruh terhadap suhu tanah, kadar lengas tanah dan produksi tomat Kolo dan Raharjo 2016. Beberapa penelitian tentang komposisi media tanam telah dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan produksi tanaman. Hasil penelitian Juniyati et al. 2016 menunjukkan bahwa komposisi tanah timbunan, arang sekam dan pupuk padat sapi 113 menghasilkan produksi kangkung darat tertinggi, sedangkan hasil penelitian Syawal et al. 2019 bahwa komposisi media 60% tanah berbanding 40% pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar dan bobot kering umbi bawang merah. Jenis dan komposisi bahan organik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, namun informasi tentang peningkatan proporsi bahan organik pada media tanam yang digunakan khususnya pada budidaya bawang merah dalam polybag masih kurang. Kebaharuan penelitian ini yaitu komposisi tanah dan bahan organik dalam media tanam pada bawang merah dalam polybag. Penelitian bertujuan untuk mengkaji proporsi atau komposisi bahan organik dalam tanah mineral, dan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas bawang merah. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Betaua, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, Indonesia. Bahan yang digunakan antara lain umbi bawang merah varietas Lembang Jumbo, pupuk kandang kambing dan arang sekam padi. Alat yang digunakan antara lain meteran, timbangan digital, cangkul, pisau, ember, polybag, jangka sorong dan alat tulis menulis. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan berupa perbandingan komposisi tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing, sebagai berikut M1 = tanah arang sekam pupuk kandang 111 M2 = tanah arang sekam pupuk kandang 211 M3 = tanah arang sekam pupuk kandang 121 M4 = tanah arang sekam pupuk kandang 112 Perbandingan yang digunakan dalam menentukan komposisi dalam media tanam adalah perbandingan volume. Perlakukan M1, digunakan 1 ember tanah, ditambah 1 ember arang sekam dan 1 ember pupuk kandang kambing. Ketiga bahan tersebut kemudian dicampur hingga homogen, setelah itu dimasukkan ke dalam polybag. Perlakuan lainnya juga ditakar menggunakan cara yang sama, yaitu menggunakan perbandingan volume. Tiap percobaan diulang sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Tiap unit percobaan terdiri dari 6 polybag sehingga total polybag yang digunakan adalah 120 polybag. Tiap polybag ditanami satu umbi bawang merah. Variabel pengamatan meliputi Tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan tambahan yang diamati pada umur 2, 4 dan 6 Minggu Setelah Tanam MST, jumlah umbi per rumpun, bobot umbi segar, diameter umbi, akumulasi susut bobot diamati pada 1, 2 dan 3 Minggu Setelah Penyimpanan MSP, panjang akar dan kadar lengas tersedia media tanam dengan pengambilan sampel media tanam untuk dilakukan pada saat panen, sebelum tanaman dicabut dari polybag. Pengambilan sampel media tanam untuk semua unit percobaan dilakukan pada hari yang sama, yaitu pada pukul Sampel media tanam untuk tiap perlakuan diambil secara acak kemudian dikompositkan. Kadar lengas tersedia = kadar lengas kapasitas lapangan – kadar lengas titik layu permanen Kadar lengas kapasitas lapang dan kadar lengas titik layu permanen diukur menggunakan metode Gravimetri dengan rumus sebagai berikut 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 = 𝑏 − 𝑎− 𝑐 − 𝑎𝑐 − 𝑎 𝑥100% dengan a= bobot wadah kosong, b= bobot tanah awal, c= bobot tanah setelah dioven pada suhu 105 0C selama 24 jam. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam berdasarkan uji F, kemudian dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman Tabel 1. Tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari media tanam dengan komposisi tanah arang sekam pupuk kandang 211 Tabel 2. Komposisi 211 merupakan komposisi paling ideal dan menghasilkan struktur media tanam yang sesuai bagi pertumbuhan bawang merah. Campuran beberapa bahan untuk media tanam harus menghasilkan struktur yang sesuai karena setiap jenis media mempunyai pengaruh yang berbeda bagi tanaman Syahputra et al. 2014. Selain membentuk struktur tanah yang lebih gembur, pupuk kandang dan arang sekam menyediakan hara yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pupuk kandang kambing mengandung hara kalium yang relatif lebih tinggi, namun kadar hara N dan P hampir sama dengan pupuk kandang lainnya Hartatik dan Widowati 2006, sedangkan arang sekam mengandung C sebesar 18,62%, O sebesar 43,11% dan Si sebesar 37,43% Armynah et al. 2018. Tabel 1 menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun terbanyak media tanam dengan komposisi tanah arang sekam pupuk kandang 211 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Unsur hara yang diperoleh dari pupuk kandang kambing dan arang sekam dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil analisis Sunaryo et al. 2018 menunjukkan bahwa pupuk kandang kambing mengandung N total 1,150,11%, P2O5 total 1,100,14%, K2O total 2,790,16%, Ca total 1,560,09%, Mg total 0,420,06%. Arang sekam padi memiliki pH berkisar 7,23 – 8,38, mengandung P total 0,95 – 1,71 K total 12,0 – 20,9 Ca total 1,58 – 3,34 Mg total 0,51 – 1,68 dan kapasitas tukar kation 3,10 – 7,08 cmol+. Tsai dan Chang 2020. Selain itu, pemberian bahan organik berupa pupuk organik dan arang sekam dapat menciptakan kondisi aerasi dan drainase yang baik dalam media tanam. Menurut Blok 2017, pada Agrotechnology Research Journal, June 2021, 5138–43 Komposisi Media Tanam Bawang Merah umumnya partikel organik memiliki sifat yang berbeda. dengan partikel mineral karena memiliki porositas internal yang mempengaruhi penyimpanan air dan udara. Komposisi media tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan umur 6 MST Tabel 1. Perlakuan terbaik adalah media tanam dengan komposisi tanah pupuk kandang arang sekam sebesar 211. Hasil serupa dapat dilihat pada penelitian Kurnianingsih et al. 2019 namun dengan penggunaan media tanam tanah dan pupuk kandang ayam dengan perbandingan 31 dapat meningkatkan jumlah anakan per rumpun. Penambahan pupuk kandang dan arang sekam selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, juga dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, sehingga jangkauan akar dalam menyerap hara, air dan udara lebih optimal. Pupuk kandang kambing mengandung N total 1,15±0,11%, P2O5 total 1,10±0,14%, K2O total 2,79±0,16%, Ca total 1,56±0,09%, Mg total 0,42±0,06%, S total 2050±16,09 ppm Sunaryo et al. 2018, sedangkan arang sekam padi mengandung mineral Si yang tinggi, C, O dan K serta memiliki porositas makro dengan skala 1-10 Varela et al. 2013. Sifat fisik tanah yang baik berdampak pada perkembangan akar yang lebih dalam dan luas sehingga daya serap hara dan air yang dibutuhkan tanaman juga semakin baik dan pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan tanaman Kantikowati et al. 2019. Hasil penelitian Ramli et al. 2016 menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki bulk density, agregat tanah, kadar air kapasitas lapang dan porositas tanah. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian Ghorbani et al. 2019 bahwa tanah yang diberikan arang sekam padi mengalami peningkatan kapasitas tukar kation sebesar 19-30% dan peningkatan porositas sebesar 7,45-33,66% dibandingkan tanah yang tidak diberi arang sekam padi. Proporsi arang sekam dan pupuk kandang dalam media tanam berbanding terbalik dengan parameter hasil bawang merah. Jumlah, bobot segar dan diameter umbi bawang merah mengalami penurunan dengan semakin banyaknya proporsi arang sekam maupun pupuk kandang dalam media tanam. Hal ini dikarenakan media tanam yang proporsi arang sekam dan pupuk kandangnya lebih banyak dibandingkan tanah mineral menyerap dan menahan air lebih banyak dari pada yang dibutuhkan tanaman sehingga mengganggu pembentukan umbi bawang merah. Sekam padi memiliki kapasitas menahan air sebesar 251%, namun ketika sekam padi mengalami proses karbonisasi menjadi arang sekam maka kapasitas menahan airnya meningkat menjadi 353% Varela et al. 2013, sedangkan penambahan pupuk kandang dalam media tanam meningkatkan kapasitas menahan air dua kali lipat dibandingkan dengan penambahan kompos Vengadaramana dan Jashothan 2012. Umami et al. 2011, menyatakan bahwa kadar air yang terlalu tinggi dalam tanah dapat menghambat pembentukan umbi, sehingga bobot umbi cenderung rendah. Bawang merah lebih sensitif terhadap tekanan air selama pembentukan dan pembesaran umbi daripada selama tahap vegetatif Khokhar 2017. Kondisi kelebihan air yang dialami bawang merah dalam jangka waktu yang lama menyebabkan penurunan bobot kering umbi Sudarma dan Proklamita 2012, namun bobot basah dan bobot kering umbi akan meningkat dengan berkurangnya frekuensi penyiraman Ariska dan Rachmawati 2017. Susut bobot umbi disebabkan oleh adanya proses penguapan dan respirasi yang terjadi pada saat umbi disimpan. Tabel 1 menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap akumulasi susut bobot umbi bawang merah. Akumulasi susut bobot tertinggi untuk semua umur penyimpanan diperoleh dari media tanam dengan komposisi tanah arang sekam pupuk kandang 112 Tabel 3. Pupuk kandang memiliki kemampuan menyimpan air yang baik, sehingga proporsi pupuk kandang yang lebih banyak dibandingkan bahan mineral menyebabkan kadar air yang tersimpan dalam tanah lebih banyak. Pupuk kandang kambing mengandung bahan organik sebanyak 31% dengan rasio C/N sebesar 20-25% Hartatik dan Widowati 2006, KTK 23,942 g Lumbanraja dan Harahap 2015, bulk density 750 kg m-3, kandungan lengas 58,30%, kapasitas pegang air 3,00 g air/g sampel kering dan porositas 41,57% Khater 2015. Hasil penelitian Intara et al. 2011 menunjukkan bahwa kadar air tersedia pada tanah yang ditambahkan bahan organik lebih tinggi dibandingkan tanpa bahan organik. Tanah yang terlalu lembap menyebabkan kadar air dalam umbi juga makin banyak, sehingga ketika disimpan terjadi penyusutan bobot yang tinggi. Susut bobot dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kadar air dalam umbi, makin tinggi suhu ruang penyimpanan dan kadar air dalam umbi maka makin besar pula nilai susut bobot umbi Mutia et al. 2017.Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh komposisi media tanam tanah, arang sekam, dan pupuk kandang terhadap peubah pertumbuhan bawang merah Keterangan MST = Minggu Setelah Tanam; MSP = Minggu Setelah Panen; * = nyata; ** = sangat nyata; tn = tidak nyata Agrotechnology Research Journal, June 2021, 5138–43 Komposisi Media Tanam Bawang Merah Tabel 2. Pengaruh komposisi media tanam tanah, arang sekam, dan pupuk kandang terhadap tinggi, jumlah daun, dan jumlah anakan bawang merah pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam MST Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan taraf 5% Tabel 3. Pengaruh komposisi media tanam tanah, arang sekam, dan pupuk kandang terhadap jumlah, bobot segar, diameter, dan akumulasi susut bobot umbi bawang merah Akumulasi susut bobot g pada Minggu Setelah Penyimpanan MSP Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan taraf 5% Akar terpanjang pada media tanam dengan komposisi tanah arang sekam pupuk kandang 112, berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya Tabel 4. Arang sekam dan pupuk kandang yang ditambahkan ke media tanam dapat menurunkan bulk density tanah dan menciptakan pori-pori makro yang menyebabkan akar lebih mudah berpenetrasi dan tumbuh memanjang. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Kusuma et al. Kusuma et al. 2013, yaitu penambahan arang sekam pada proporsi penambahan 50% menghasilkan akar lateral terpanjang. Pupuk organik mampu menurunkan berat jenis tanah yang menyebabkan tanah menjadi ringan sehingga memberikan kondisi yang baik untuk perkembangan akar dan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil Yahumri et al. 2015. Menurut Agustin et al. 2014, penambahan arang sekam padi meningkatkan ketersediaan pori makro, sehingga akar dapat menembus dan daerah pemanjangan akar semakin luas, sedangkan menurut Loss et al. 2019 pemberian pupuk kandang menurunkan bulk density tanah, meningkatkan agregasi dan volume pori-pori tanah karena bahan organik memiliki kepadatan partikel yang lebih rendah daripada partikel mineral. Selanjutnya menurut Blok Blok 2017, pengaruh fisik langsung dari pencampuran partikel organik dan mineral adalah peningkatan ruang pori total, akibat pembentukan agregat tanah yang lebih kompleks. Selain mempengaruhi sifat fisik media tanam, arang sekam juga dapat mendukung pertumbuhan tanaman karena mengandung hara antara lain C 77,9±5,9%, H 3,5±0,1%, S 0,30±0,05%, O 18,3±9,4% dan memiliki pH sebesar 8,9 Theeba et al. 2012. Kadar lengas tersedia tertinggi diperoleh dari media tanam dengan kombinasi tanah arang sekam pupuk kandang=112, namun berbeda tidak nyata dengan media tanam kombinasi tanah arang sekam pupuk kandang=121. Salah satu sifat bahan organik adalah mampu mengikat dan menyimpan air, sehingga semakin besar proporsi bahan organik dalam media tanam menyebabkan semakin besar pula air yang tersimpan dalam media tanam tersebut. Sejalan dengan pendapat Hardjowigeno 2015, yaitu bahwa bahan organik merangsang granulasi, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, sehingga drainase tidak berlebihan. Terjadi pembentukan agregat tanah yang lebih kompleks ketika partikel organik dikombinasikan dengan partikel mineral sehingga mengakibatkan berat volume rendah, kandungan dan retensi air tinggi serta laju infiltrasi tinggi Blok 2017. Tabel 4. Pengaruh komposisi media tanam tanah, arang sekam, dan pupuk kandang terhadap panjang akar bawang merah Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan taraf 5% Tabel 5. Pengaruh komposisi media tanam tanah, arang sekam, dan pupuk kandang terhadap kadar lengas tersedia Kadar lengas tersedia % Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan taraf 5% Agrotechnology Research Journal, June 2021, 5138–43 Komposisi Media Tanam Bawang Merah Kadar lengas yang tinggi pada media tanam berdampak negatif pada hasil tanaman bawang merah. Hal ini terlihat pada parameter bobot segar dan akumulasi susut bobot setelah penyimpanan. Peningkatan proporsi bahan organik dalam media tanam diikuti oleh peningkatan jumlah lengas yang dapat ditahan dalam media tanam tersebut, namun setelah mencapai nilai maksimum kapasitas menahan air menurun seiring meningkatnya jumlah bahan organik. Secara umum, retensi air meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bahan organik dalam tanah Varela et al. 2013. Kadar lengas kapasitas lapangan merupakan jumlah lengas yang ideal untuk menghasilkan pertumbuhan bawang merah yang optimal, sedangkan kadar lengas yang kurang atau lebih dari kapasitas lapangan malah akan menurunkan bobot segar umbi Anshar et al. 2011. KESIMPULAN Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan dan hasil bawang merah. Komposisi tanah arang sekam pupuk kandang dengan proporsi 211 menghasilkan pertumbuhan dan hasil bawang merah terbaik, meskipun berbeda tidak nyata dengan komposisi 111. Proporsi arang sekam dan pupuk kandang kambing yang lebih banyak dibandingkan tanah mineral dalam media tanam cenderung menurunkan hasil bawang merah. DAFTAR PUSTAKA Agustin AD, Riniarti M, Duryat. 2014. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji dan arang sekam padi sebagai media sapih untuk cempaka kuning Michelia Champaca. J Sylva Lestari. 2349–58. Andalasari TD, Widagdo S, Ramadiana S, Purwati E. 2017. Pengaruh media tanam dan Pupuk Organik Cair POC terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah Allium Ascalonicum L.. In Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian; 7 September 2017; Palembang, ID. Palembang ID Politeknik Negeri Lampung. p. 28–34. Anshar M, Tohari, Sunarminto BH, Sulistyaningsih E. 2011. Pengaruh lengas tanah terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas lokal bawang merah pada ketinggian tempat berbeda. J Agrol. 1818–14. Ariska N, Rachmawati D. 2017. Pengaruh ketersediaan air berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar bawang merah Allium cepa L.. Agrotek Lestari. 4242–50. Armynah B, Atika, Djafar Z, Piarah WH, Tahir D. 2018. Analysis of chemical and physical properties of biochar from rice husk biomass. J Phys Conf Ser. 979 012038. Blok C. 2017. Compost for soil application and compost for growing media. In Van der Wurff AWG, Fuchs, JG, Raviv M, Termorshuizen AJ, editors. Handbook for composting and compost use in organic horticulture. NL BioGreenhouse . p. 89–98. Center for Agriculture Food and the Environment. 2020. Checklist Effects of growing media characteristics on water and nutrient management. Massachusetts US Umass Extension. pp. 34-39. Dewi MK, Sutrisna IK. 2016. Pengaruh tingkat produksi, harga dan konsumsi terhadap impor bawang merah di Indonesia. E-Jurnal Ekon Pembang Univ Udayana. 51139–149. Ghorbani M, Asadi H, Abrishamkesh S. 2019. Effects of rice husk biochar on selected soil properties and nitrate leaching in loamy sand and clay soil. Int Soil Water Conserv Res. 73258–265. Hardjowigeno S. 2015. Ilmu Tanah. 8th ed. Jakarta ID Akademika Pressindo. 288 p. Hartatik W, Widowati LR. 2006. Pupuk kandang. In Simanungkalit RD, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editors. Pupuk organik dan pupuk hayati. Jakarta ID Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p. 59–82. Intara YI, Sapei A, Sembiring N, Djoefrie MHB. 2011. Pengaruh pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap kemampuan mengikat air. J Ilmu Pertan Indones. 162130–135. Juniyati T, Adam A, Patang P. 2016. Pengaruh komposisi media tanam organik arang sekam dan pupuk padat kotoran sapi dengan tanah timbunan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman kangkung darat Ipomea reptans Poir. J Pendidik Teknol Pertan. 219–15. Kantikowati E, Karya, Yusdian Y, Suryani C. 2019. Chicken manure and biofertilizer for increasing growth and yield of potato Solanum tuberosum l. of Granola varieties. IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 393012017. Khater ESG. 2015. Some physical and chemical properties of compost. Int J Waste Resour. 051 000172. Khokhar KM. 2017. Environmental and genotypic effects on bulb development in onion – a review. J Hortic Sci Biotechnol. 925448–454. Kolo A, Raharjo KTP. 2016. Pengaruh pemberian arang sekam padi dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat Lycopercicom esculentum Mill. Savana Cendana. 103102–104. Kurnianingsih A, Susilawati, Sefrila M. 2019. Karakter pertumbuhan tanaman bawang merah pada berbagai komposisi media tanam. J Hortik Indones. 93167–173. Kusuma AH, Izzati M, Saptiningsih E. 2013. Pengaruh penambahan arang dan abu sekam dengan proporsi yang berbeda terhadap permeabilitas dan porositas tanah liat serta pertumbuhan kacang hijau Vigna radiata L.. Bul Anat Fisiol. 2111–9. Agrotechnology Research Journal, June 2021, 5138–43 Komposisi Media Tanam Bawang Merah Landis TD, Jacobs DF, Wilkinson KM, Luna T. 2014. Growing media. In Wilkinson KM, Landis TD, Haase DL, Daley BF, Dumroese RK, editors. Tropical nursery manual a guide to starting and operating a nursery for native and traditional plants. Washington DC United States Department of Agriculture. p. 101–122. Loss A, Couto R, Brunetto G, da Veiga M, Toselli M, Baldi E. 2019. Animal manure as fertilizer changes in soil attributes, productivity and food composition. Int J Res -GRANTHAALAYAH. 79307–331. Lumbanraja P, Harahap EM. 2015. Enhancing soil water holding capacity and cation exchange capacity of sandy soil with application of manure on simalingkar soil. J Pertan Trop. 2174–88. Manurung M. 2019. Konsumsi dan neraca penyediaan –penggunaan bawang merah. In Sumantri A, editor. Buletin konsumsi pangan, Volume 10 Nomor 1 2019. Jakarta ID Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. pp. 56-62. Mutia AK, Purwanto YA, Pujantoro L. 2017. Perubahan kualitas bawang merah Allium Ascalonicum L. selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan suhu yang berbeda. J Penelit Pascapanen Pertan. 112108. Ramli, Paloloang AK, Rajamuddin UA. 2016. Perubahan sifat fisik tanah akibat pemberian pupuk kandang dan mulsa pada pertanaman terung ungu Solanum Melongena L., entisol, Tondo Palu. E-J Agrotekbis. 42160–167. Sudarma IK, Proklamita TL. 2012. Pertumbuhan dan hasil beberapa kultivar bawang merah pada berbagai durasi genangan. PARTNER. 222474–486. Sunaryo Y, Purnomo D, Darini MT, Cahyani VR. 2018. Nutrients content and quality of liquid fertilizer made from goat manure. J Phys Conf Ser. 1022012053. Surya JA, Nuraini Y, Widianto. 2017. Kajian porositas tanah pada pemberian beberapa jenis bahan organik di perkebunan kopi robusta. J Tanah Sumberd Lahan. 41463–471. Syahputra E, Rahmawati M, Imran S. 2014. Pengaruh komposisi media tanam dan konsentrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada Lactuca sativa L.. J Floratek. 9139–45. Syawal Y, Susilawati, Ghinola E. 2019. Pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah Allium cepa L. Var Bima. Maj Ilm Sriwij. 3120191–7. Theeba M, Bachmann RT, Illani ZI, Zulkefli M, Husni MHA, Samsuri AW. 2012. Characterization of local mill rice husk charcoal and its effect on compost properties. Malays J Soil Sci. 16189–102. Tsai CC, Chang YF. 2020. Effects of rice husk biochar on carbon release and nutrient availability in three cultivation age of greenhouse soils. Agronomy. 107990. Umami A, Darmanti S, Haryanti S. 2011. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman bawang merah Allium ascalonicum L. var. Tiron dengan perlakuan Gracilaria verrucosa sebagai penjerap air pada tanah pasir. Bioma Berk Ilm Biol. 13260–66. Varela OM, Rivera EB, Huang WJ, Chien CC, Wang YM. 2013. Agronomic properties and characterization of rice husk and wood biochars and their effect on the growth of water spinach in a field test. J Soil Sci Plant Nutr. 132251–266. Vengadaramana A, Jashothan PT. 2012. Effect of organic fertilizers on the water holding capacity of soil in different terrains of Jaffna peninsula in Sri Lanka. J Nat Prod Plant Resour. 24500–503. Yahumri, Yartiwi, Siagian IC, Rahman T. 2015. Growth response and production of onion by applying organic fertilizer from industrial waste and animal waste. In Promoting local resources for food and health. ISEPROLOCAL; 12-13 Oktober 2015; Bengkulu, ID. Bengkulu ID Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. p. 468–472. Zulkarnain M, Prasetya B, Soemarno. 2013. Pengaruh kompos, pupuk kandang, dan custom-bio terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil tebu Saccharum officinarum L. pada entisol di kebun Ngrakah-Pawon, Kediri. Indones Green Technol J. 2145–52. Bawang merah merupakan komoditi penting Indonesia yang membutuhkan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan umbi bawang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan dan produksi bawang merah pada berbagai kombinasi media yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2018 di rumah kaca kampus F6, Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok dengan perlakuan kombinasi media tanam yang terdiri dari 6 taraf perlakuan dan 10 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi media tanam dengan perbandingan volume, yaitu P0 = tanah; P1 = tanah arang sekam cocopeat 211; P2 = tanah cocopeat pupuk kandang sapi 211; P3 = tanah arang sekam pupuk kandang sapi 211; P4 = tanah cocopeat pupuk kandang kambing 211; dan P5 = tanah Arang Sekam pupuk kandang kambing 211. Kombinasi media tanam berpengaruh nyata pada tinggi tanaman bawang merah umur 6, 8 dan 10 MST, jumlah daun umur 4, 6, 8 dan 10 MST, bobot basah tanaman dan bobot kering umbi. Perlakuan kombinasi media terbaik adalah P3 tanah arang sekam pupuk kandang sapi 211, yang menghasilkan produksi bobot kering umbi HusinsyahFitri MahyudiThis study aims to determine technically the implementation of organic growing media processing business on PO. 2 Tia Agri. To find out economically the large costs, revenues, profits and business feasibility of processing organic growing media on PO. 2 Tia Agri. In its implementation, the business of processing organic growing media on “PO. 2 Tia Agri” in Banyu Irang Village, Bati-Bati District, Tanah Laut Regency, South Kalimantan Province in general has been running well. Production activities consist of several main stages, namely material preparation, mixing all ingredients, fermentation process, packaging, and delivery. With a production capacity of 20 tons 20,000 kg of organic growing media for 1 one production cycle with a selling price of per kg. The income obtained in one production of organic growing media processing business is an average of Rp. 20,000,000 and a total cost of Rp. 16,396,506,47 and the profit obtained in one production is Rp. 3,603, The RCR value of Organic Planting Media Processing Business is so it is feasible to cultivateAnimal manure AM, such as swine, cattle, sheep, horse, as well as other organic waste materials from recycling agri-food or other processes may be used as nutrient source for horticultural annual and perennial crops, increasing nutrient cycling and reducing costs related to acquisition of industrial fertilizers. Additionally, over the years it is expected to modify chemical, physical, and biological soil attributes such as increasing the nutrient content in the soil, which can affect crop productivity, change the food composition, fruit and vegetable storage aptitudes, and impact on the environment. The present review addresses the effect of AM applications on the soil-plant interface, emphasizing the following aspects a changes in chemical, physical and biological attributes in soils with a history of AM applications, b effect of application of AM on annual plant productivity and c AM as fertilizer productivity and food composition of horticultural crops. Successive applications of AM in soils tend to increase the chemical and physical attributes, and, increased production of grain crops. Effect of AM fertilizations on quality and nutritional value of fruits is still uncertain; it depends on several factors, including 1 characteristics of organic matter, 2 pedoclimatic conditions, 3 time of application and 4 plant species. Chen-Chi TsaiYu-Fang ChangGreenhouse production can contribute to the accumulation of salt and heavy metals and nutrient imbalance, thus, increasingly degrading greenhouse soils. The potential of rice husk biochar to increase carbon sequestration, neutralize soil pH, increase nutrient retention, and change nutrient/heavy metal sorption/desorption in greenhouse soils is promising. Therefore, we investigated three greenhouse soils red soil with 3, 14, and 24 cultivation years 3S, 14S, and 24S in northern Taiwan to test the effects of rice husk biochar RHB on carbon dynamics and nutrient availability. A 100-day incubation study was conducted in which poultry-livestock manure compost 2% by wt. and six rice-husk-based, slow-pyrolysis biochars pyrolyzed at different temperatures were applied 0%, 10%, and 20% by wt. to three red soils. The study results indicated that the RHB pyrolyzed at high temperatures, with relatively high pH and Ca content, could lead to a higher neutralizing effect when applied to the soil. In addition, the high temperatures pyrolyzed RHB had a higher capacity to reduce the concentration of Cu, Pb, and Zn in the three soils, especially for the younger cultivation soil, which contributed to the higher pH and relatively high surface area of these RHB, and the relative lower soil pH of the younger soil. Furthermore, only adding RHB could result in an evident change in soil characteristics for 3S and 24S soil, including cumulative C release, pH, EC, TC, and available K increase, but 4% RHB addition was needed for 14S soil. In the condition of co-application with 2% compost by wt., 4% RHB addition was necessary for carbon sequestration, at least 10% RHB addition was needed for 3S and 14S soil, but to would be sufficient for 24S. In conclusion, the RHB and compost co-application in greenhouse soil resulted in improved chemical properties, and the effect of the pyrolysis temperature, application rate, and cultivation age had varying improvements. Parlindungan LumbanrajaErwin Masrul HarahapThe research took place at the University of HKBP Nommensen, Faculty of Agriculture Research Greenhouse in Simalingkar, Medan, Indonesia. It hypothesized that the application of manure as a single factor could increase the soil water holding capacity and soil cation exchange capacity. Research designed with Complete Randomize Design, the treatment replicated by four times. Every parameter that affected significantly will be continued analyzed with Duncan’s Multiple Range Test. For observation had made by measures of soil water holding capacity and soil cation exchange capacity. The concluding of the research can be explained that the effects of manure application on sandy soil after 30 days of incubation at the rate of application equal with 20 t/ha have significantly increased soil water holding capacity only at 72 hours after saturation. The Effects of manure application on sandy soil after 15 as well as 30 days of incubation at all rates of application have not significantly affected cation exchange is a product of pyrolysis of biomass in the absence of oxygen and has a high potential to sequester carbon into more stable soil organic carbon OC. Despite the large number of studies on biochar and soil properties, few studies have investigated the effects of biochar in contrasting soils. The current research was conducted to evaluate the effects of different biochar levels 0 as control, 1% and 3% on several soil physiochemical properties and nitrate leaching in two soil types loamy sand and clay under greenhouse conditions and wet-dry cycles. The experiment was performed using a randomized design with three levels of biochar produced from rice husks at 500 °C in three replications. Cation exchange capacity increased significantly, by 20% and 30% in 1% and 3% biochar-amended loamy sand soil, respectively, and increases were 9% and 19% in 1% and 3% biochar-amended clay soil, respectively. Loamy sand soil did not show improvement in aggregate indices, including mean weight diameter, geometric mean diameter, water stable aggregates and fractal dimension, which was contrary to the results for the clay soil. Rice husk biochar application at the both rates decreased nitrate leaching in the clay soil more than in the loamy sand. Our study highlights the importance of soil type in determining the value of biochar as a soil amendment to improve soil properties, particularly soil aggregation and reduced nitrate leaching. The benefits of the biochar in the clay soil were greater than in the loamy sand of liquid fertilizer is determined by the content of nutrients and other chemical factors such as pH and EC. This research aimed to examine nutrient contents and dynamic of pH and EC of liquid fertilizer made from goat manure in combination with sugar and ammonium sulfate ZA and using Effective Microorganisms EM as the decomposer. This research was conducted by employing 3 x 3 factorial experiment with three replications. Each treatment combination was applied in 20 L of water. The first factor was the quantity of sugar which consisted of 3 levels 25, and 50 g L⁻¹ of water. The second factor was the quantity of ZA which consisted of 3 levels 25, and 50 g L⁻¹ of water. All combinations were added by 100 g of air dried goat manure L⁻¹ of water and EM solution 1 ml L⁻¹ of water, and incubated for five months. Results of the experiment indicated that the increasing concentration of ZA resulted in the significantly increase of N total and S total. Increasing concentration of sugar resulted in decreasing pH and increasing lactic acid; whereas, increasing concentration of ZA followed by increasing Electrical Conductivity EC. There was no significantly change of pH and EC of the liquid fertilizer during five months KoloKrisantus Tri Pambudi RaharjoPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian arang sekam padi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang optimal serta memperoleh frekuensi penyiraman dalam memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Percobaan lapangan dilakukan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Timor pada bulan Agustus sampai Oktober 2015, mengunakan rancangan petak berjalur strip plot design. Faktor pertama adalah takaran arang sekam, terdiri dari 3 level yaitu tanpa arang sekam padi, 0,5 kg/lubang dan 1 kg/lubang. Faktor kedua adalah frekuensi penyiraman yang terdiri dari 3 level, yakni 1 hari sekali pada sore hari, 3 hari sekali pada sore hari dan 5 hari sekali pada sore hari. Parameter yang diamati meliputi suhu tanah, kadar lengas tanah, tinggi tanaman, diameter batang,diameter buah, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman, berat segar berangkasan, berat kering berangkasan dan indeks panen. Data dianalisis menggunakan uji DMRT 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran arang sekam padi 0,5 kg memberikan hasil total panen per tanaman tertinggi yakni 646g 1,9 t/ha. Frekuensi penyiraman tiga hari sekali dengan taraf air selama 90 hari adalah 120 liter/tanaman memberikan hasil total panen per tanaman tertinggi yakni 705,7g 2,075 t/ha. ©2016 dipublikasikan oleh Savana Cendana.
30t ha-1 memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah per ha. Hasil penelitian lain Frans et al. (2015), pada perlakuan pemberian pupuk kandang ayam dengan kambing dengan dosis 15 t ha-1 menghasilkan produksi tertinggi pada tanaman wortel dan bawang daun. Penggunaaan berbagai macam dan dosis pupuk kandang
Di banyak negara di dunia, penanaman bawang merah paling banyak adalah dari umbi dan bukan dari biji. Namun di masa sekarang penanaman dari biji sangat penting karena dapat memberikan jalan keluar dari mahalnya ongkos produksi. Penggunaan biji adalah lebih murah dan resiko penyakit adalah lebih rendah daripada penanaman dari umbi. Penanaman dari biji, menawarkan fleksibilitas. Benih biji bisa langsung ditanamkan, dipindah tanamkan ataupun digunakan umbinya kembali untuk disimpan dan ditanamkan. Kenapa kami menawarkan alternatif penanaman dari biji adalah karena penanaman dari umbi sangat rentan terhadap penyakit. Umbi yang sudah terkena penyakit akan mengganggu tanaman lain. Produktifitas pun akan berkurang begitu juga dengan kualitasnya. Perbedaan penanaman dari bawang merah biji dan umbi adalah sangat signifikan. Saatnya anda untuk mencoba penggunaan teknologi penanaman benih dari biji atau yang dikenal dengan TSS True Shallot Seeds. KEUNTUNGAN MENANAM BAWANG DARI BIJI Dapat meningkatkan pendapatan anda Menanam dengan benih adalah awalan yang 100% murni dan bebas penyakit Penanaman bisa dilaksanakan di setiap musim namun disarankan di musim kemarau untuk biji dan dari umbi dapat dilakukan di musim hujan Penanaman akan sukses dengan didukung oleh unsur hara yang tepat dan penggunaan pupuk berimbang Daya simpan benih yang lama Musim yang tepat mendukung hasil yang maksimal Hasil produksi dapat beragam jenisnya mulai dari umbi mini, umbi konsumsi ataupun umbi untuk pindah tanam TAHAP PERSEMAIAN NURSERY 1. Persiapan Preparation Media tanam yang bagus untuk persemaian adalah tanah gembur dan berpasir. Media bisa didapatkan dengan mencampur Pupuk Kandang Halus dan tanah halus perbandingan 11 Tanah halus, Pupuk Kandang halus dan arang sekam dengan perbandingan 111 2. Semai Seedling Ukuran bed semai dibuat sesuai kondisi lahan. Campurkan benih dengan Insektisida ST Seed Treatment Benih ditaburkan pada bed semai dengan kedalaman lubang semai 2 cm dan jarak antar jalur tanam 10 cm. Kurang lebih sebanyak 1 gram untuk jalur tanam dengan panjang 1 m. Biji yang sudah disemai agak ditekan sebelum ditutup dengan tanah. Persemaian ditutup dengan jerami dan dibuka 7 hari setelah semai. Benih akan mulai tumbuh 4-5 hari setelah semai. 3. Perawatan Persemaian Nursery maintenance Penyiraman 2 kali sehari Sesuai kebutuhan. Pemupukan umur 21 Hari Setelah Semai. 5 g NPK dilarukan dengan 1 l air dicampur dengan Previcur 0,5 cc/l dan disiramkan di perakaran. Dosis pemupukan 10 liter/3 m2. Pencabutan gulma secara manual. TAHAP PINDAH TANAM TRANSPLANTASI Dilakukan saat tanaman di persemaian berumur 30-45 hari setelah semai atau sudah memiliki 3-4 daun. Tanaman sehat dan belum mengalami pembentukan umbi. Akar dan daun dipotong untuk mengurangi stress tanaman saat dipindah tanam. Saat pindah tanam terbaik adalah saat pagi atau sore hari. Jarak tanam 10x15 cm sesuai kebutuhan, bisa lebih rapat agar umbi pecah atau dilebihkan agar umbi besar 12 x 12 cm PEMUPUKAN DOSIS DAN WAKTU REKOMENDASI Waktu pemupukan Fertilizing time and Dosage Umur HST Pupuk Kandungan Dosis/Ha kg/Ha 10 NPK 16% n; 16% P205; 16% K20; 0,5% MgO; 6% CaO 50 10 Urea 46% N 25 25 NPK 16% n; 16% P205; 16% K20; 0,5% MgO; 6% CaO 100 40 NPK 16% n; 16% P205; 16% K20; 0,5% MgO; 6% CaO 100 40 KCL 45% K20 25 Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk di area pertanaman. IDENTIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DAN PENANGGULANGAN Deteksi Hama dan Penyakit sangat perlu dilakukan sejak dini untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Hama yang sering menyerang adalah ulat bawang Spodoptera exigua. Pencegahan hama saat masih berupa kupu-kupu sangat diperlukan sebelum bertelur dan menjadi ulat. Penyakit yang sering menyerang adalah layu fusarium dan antraknosa. Pengendalian dengan menyemprotkan fungisida kontak dan sistemik secara bergantian dengan dosis sesuai rekomendasi Gulma yang mengganggu dapat menggunakan herbisida selektif yang digunakan aman untuk bawang dengan bahan aktif Pendimethalin atau lainnya Penggunaan pestisida sebaiknya sesuai dengan ketepatan dosis, ketepatan penyakit dan ketepatan atas waktunya. TATA LAKSANA PANEN Dilakukan saat tanaman berumur 65-75 hari setelah transplanting. Ditandai dengan pangkal batang sudah lunak dan 75% tanaman sudah mulai rebah. Penyiraman dihentikan 1 minggu sebelum panen. Umbi yang sudah dipanen dijemur selama 10 hari. Setelah kering bawang kemudian diikat dan dijual atau disimpan.
terdapatbeberapa alasan yang membuat bawang merah memiliki peran penting dan strategis yaitu (1) pengembangan komoditas bawang merah sebagai bagian dari subsektor hortikultura berpotensi menjadi sumber pertumbuhan baru bagi peningkatan pdb sektor pertanian ; (2) pengembangan produksi komoditas bawang merah mendukung upaya peningkatan
Peningkatan areal pertanaman bawang merah mendorong peningkatan pemanfaatan varietas unggul dan ketersediaan umbi berkualitas sebagai sumber benih. Studi varietas dan ukuran umbi bawang merah terhadap produktivitas hasil telah dilakukan di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Agustus sampai November 2009. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap produktivitas bawang merah. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok pola factorial dengan enam ulangan. Tiga varietas yaitu Bima, Maja, dan Sumenep dan ukuran umbi, yaitu kecil 1,04 - 1,29 cm, sedang 1,47-1,67 cm, dan besar 1,93-2,05 cm diuji dalam penelitian ini. Parameter yang diamati ialah jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering umbi per rumpun dan per umbi serta per plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas bawang merah menggunakan umbi ukuran sedang tidak berbeda nyata dengan umbi ukuran besar. Penggunaan umbi ukuran sedang dalam sistem produksi bawang merah dapat mengurangi biaya produksi sebesar 33-40% tanpa mengurangi tingkat produktivitasnya. Increasing of shallots cultivation area stimulates improving utility of superior varieties and availability of qualified-bulb as seed source. Study on the effect of variety and bulb size on the shallots productivity was conducted at Margahayu Experimental Garden of Indonesian Vegetable Research Institute from August till November 2009. The objective of this study was to determine the effect of variety and bulb size on the shallots productivity. Factorial experiment was arranged in a randomized complete block design with six replications. Three varieties Allium ascalonicum Bima, Maja, and Sumenep and bulb sizes of small cm, medium cm, and large cm. Parameters observed in the experiment were number of bulb, bulb diameter, fresh and dry bulb weight per bulb, plant, and plot. The research results indicated that shallots productivity derived from medium bulbs was not significantly different compared to the large size of bulbs. Medium bulb size was appropriate applied in shallots cultivation due to reduce the production cost down to 33-40%. 1,8 cm atau >10 g, umbi benih sedang Ø = 1,5-1,8 cm atau 5-10 g, dan umbi benih kecil Ø = <1,5 cm atau <5 g Sumarni dan Hidayat 2005. Umbi besar dapat menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan di lapangan. Menurut Sutono et al. 2007, umbi benih berukuran besar tumbuh lebih baik dan menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi. Namun, penggunaan umbi benih yang berukuran besar berkaitan erat dengan total bobot benih yang diperlukan dan sekaligus memengaruhi biaya produksi untuk benih, sehingga menjadi lebih tinggi. Untuk mengefisiensikan biaya produksi benih, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi ukuran diameter umbi yang optimum dan menekan biaya produksi untuk benih. Hipotesis dari penelitian ini dapat diketahui ukuran optimum diameter umbi benih bawang merah pada varietas Bima, Maja, dan Sumenep. BAHAN DAN METODEPenelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2009 di Kebun Percobaan Margahayu Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dengan altitud m dpl. dan jenis tanah Andisol. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dua faktor tiga varietas dan tiga ukuran diameter umbi dengan enam ulangan. Faktor pertama ialah varietas yang terdiri atas varietas Bima, Maja, dan Sumenep, sedangkan faktor kedua ialah ukuran diameter umbi yang terdiri atas ukuran kecil K 1,04-1,29 cm, sedang S 1,47-1,67 cm, dan besar B 1,93-2,05 cm yang ditentukan melalui pengukuran acak dari umbi yang digunakan. Kombinasi perlakuan dan ukuran diameter umbi disajikan pada Tabel 1. Di Indonesia, standar nasional Indonesia SNI untuk benih bawang merah belum memuat standar untuk ukuran. Untuk keperluan penelitian ini, diterapkan gradasi ukuran benih sebagai berikut ukuran benih kecil, sedang, dan besar berdasarkan 10 contoh dengan hasil seperti ditampilkan pada Tabel 1. Prosedur Penelitian Untuk menyeragamkan pertumbuhan, sebelum ditanam sepertiga bagian atas umbi dipotong. Umbi ditanam dengan jarak tanam 20x15 cm dalam plot dengan luas 2 m2. Pupuk yang digunakan ialah pupuk kandang kuda 20 t/ha, Urea 200 kg/ha, SP36 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha, ZA 500 kg/ha, dan dolomit 1,5 t/ha. Pupuk SP36 diberikan bersamaan dengan pupuk kandang pada waktu tanam, sedangkan pupuk susulan diberikan pada umur 2 dan 3 minggu setelah tanam MST, masing-masing setengah dosis N dan K. Peubah PengamatanBawang merah dipanen ketika daun dari 50% populasi tanaman telah terkulai ke permukaan tanah. Data diambil dari rerata lima tanaman contoh yang dipilih secara acak pada tiap plot, memiliki tanaman tetangga dan bukan tanaman pinggir. Parameter yang diamati pada waktu panen antara lain jumlah umbi, diameter umbi pada bagian terbesar umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah per umbi, dan bobot basah per plot, sedangkan bobot kering per rumpun, bobot kering per umbi, dan bobot kering per plot diukur setelah bawang merah hasil panen dikeringanginkan selama 3 hari. 208J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011Analisis DataAnalisis sidik ragam data dilakukan menggunakan program PKBTStat-10. Jika terdapat perbedaan nyata antarrerata perlakuan, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur BNJ Tukey pada taraf 5%.HASIL DAN PEMBAHASANHasil sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi antara varietas dengan ukuran umbi untuk parameter bobot kering per rumpun. Varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap karakter jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah dan bobot kering per plot, dan bobot kering per umbi Tabel 2. Sementara, ukuran umbi berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi, bobot kering per rumpun, bobot basah per plot, dan bobot kering per plot tetapi tidak berbeda nyata untuk diameter umbi, bobot basah per rumpun, bobot basah per umbi, dan bobot kering per umbi Tabel 3. Di antara varietas yang diuji, varietas Bima menghasilkan nilai tertinggi pada jumlah umbi, bobot basah, dan bobot kering per rumpun serta bobot basah dan bobot kering per plot, selanjutnya diikuti varietas Maja dan Sumenep. Varietas Maja menunjukkan nilai tertinggi untuk diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering per umbi, sedangkan varietas Sumenep menunjukkan nilai terendah untuk semua parameter Tabel 2. Ketiga varietas bawang merah yang digunakan dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi Lembang m dpl., tetapi umur panennya lebih lama daripada ketika ditanam di dataran rendah. Umur panen varietas Bima dan Maja pada penelitian ini ialah 90 hari setelah tanam HST, sedangkan Sumenep dipanen pada umur 100 HST. Pada penelitian yang lain, varietas Bima dapat dipanen pada umur 70 HST pada ketinggian 560 m dpl. Sumiati 1996 dan varietas Maja pada umur 60 HST pada ketinggian 10 m dpl. Putrasamedja dan Soedomo 2007. Bawang merah merupakan tanaman berhari panjang, proses pembentukan umbi membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman berhari pendek. Umbi bawang merah dapat terus membesar dan kemudian membentuk anakan ketika batas minimum panjang hari tercapai. Di sisi lain, suhu dataran tinggi yang lebih rendah dari dataran rendah membuat waktu yang dibutuhkan agar jumlah minimum panjang hari tercapai semakin lama. Menurut Lancaster et al. 1996, bawang bombay dapat terinisiasi berumbi ketika memenuhi batas minimum panjang hari 13,75 jam dan umbi terbentuk ketika jumlah derajat panjang hari telah melebihi 600 derajat hari. Jumlah umbi yang berbeda pada ketiga varietas tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. Menurut Budianto et al. 2009, heritabilitas dalam arti luas untuk jumlah umbi bawang merah kultivar Ampenan termasuk Tabel 1. Tiga ukuran diameter umbi benih dari tiga varietas yang digunakan dalam per-cobaan Three classes of seed bulb size of three varieties used in the experimentVarietasVarietiesUkuranSizeDiameter Diameter, cmRerata AverageMinimalMinimumMaksimal MaximumStandar deviasiDeviation standardBima K 1,14 0,98 1,26 0,10 S 1,63 1,39 1,77 0,13 B 1,95 1,68 2,28 0,20Maja K 1,29 1,03 1,54 0,14 S 1,67 1,46 1,97 0,16 B 2,05 1,73 2,21 0,15Sumenep K 1,04 0,97 1,17 0,07 S 1,47 1,27 1,63 0,12 B 1,93 1,68 2,28 0,19K = Kecil Small, S = Sedang Medium, B = Besar Large 209Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah sedang 21,05%. Angka ini memberikan arti bahwa karakter jumlah umbi bawang banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil penelitian tersebut menjelaskan perbedaan jumlah umbi yang diperoleh dari ketiga varietas yang diuji dalam penelitian. Jumlah umbi varietas Bima mencapai 11,73 umbi Tabel 2. Angka ini mendekati potensi maksimum umbi varietas Bima 7-12 umbi per tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Koswara 2007 yang menyatakan bahwa varietas Bima juga beradaptasi baik di lahan sulfat masam, sehingga varietas Bima diketahui beradaptasi luas, sedangkan jumlah umbi varietas Sumenep masih di bawah potensi hasilnya jika ditanam di dataran tinggi Tabel 2. Padahal potensi jumlah umbi varietas Sumenep dapat mencapai 12-14 umbi. Hal ini disebabkan karena fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetik varietas dan lingkungan. Penjelasan ini juga sesuai dengan penelitian Ambarwati dan Yudono 2003 bahwa varietas yang berdaya hasil tinggi di satu tempat belum tentu memberikan hasil yang tinggi di tempat lain. Diameter umbi yang berbeda pada ketiga varietas tersebut juga dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. Menurut Putrasamedja dan Soedomo 2007, selain lingkungan, besar umbi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jika berbagai varietas ditanam di lahan yang sama, maka besar umbi tiap varietas juga Tabel 3 diketahui bahwa ukuran umbi besar menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah, dan bobot kering per plot. Namun nilai ini tidak berbeda nyata dengan ukuran umbi sedang. Umbi benih berukuran sedang menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter bobot basah per rumpun, bobot kering per rumpun, dan per umbi, sedangkan umbi benih berukuran kecil menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter bobot basah per umbi. Penggunaan umbi benih berukuran sedang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan penggunaan umbi berukuran besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan Maskar et al. 1999 bahwa ukuran umbi benih tidak memengaruhi pertumbuhan vegetatif dan komponen produksi bawang merah varietas Lokal Palu Limbongan dan Maskar 2003. Meskipun tidak berbeda nyata, diameter umbi meningkat seiring dengan makin besarnya umbi benih yang digunakan Tabel 3. Kondisi ini senada dengan yang terjadi pada bawang bombay yang menunjukkan bahwa diameter umbi semakin besar ketika ukuran umbi benih yang digunakan juga makin besar Sumiati dan Sumarni 2006, Ashrafuzzamani et al. 2009. Diameter umbi hasil dari ketiga kelompok ukuran menunjukkan nilai rerata yang tidak berbeda nyata dengan ukuran lebih dari 2 cm, Tabel 3. Hasil ini memenuhi karakteristik utama umbi bawang merah yang disukai petani, yaitu umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua, berdiameter sekitar 2 cm, dan beraroma menyengat Basuki 2009a, 2009b, dan 2009c Gambar 1. Interaksi yang berbeda pada taraf 5% terjadi antara varietas dan diameter umbi untuk bobot kering per rumpun Tabel 4. Hal ini disebabkan karena perbedaan varietas. Varietas yang berbeda memberikan nilai susut bobot yang berbeda pula Brewster 1994, Basuki 2005. Tabel 2. Rerata jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, per umbi, per plot, serta bobot kering per umbi dan per plot pada tiga varietas Average number of bulb, bulb diameter, fresh weight per plant, as well as per bulb and per plot, and dry weight per bulb and per plot of three varieties VarietasVarietiesJumlah umbi bulbDiameter umbiBulb diametermmBobot basah Fresh weight, gBobot kering Dry weight, gRumpun PlantUmbiBulbPlotPlotUmbiBulbPlotPlotBima 11,73 a 20,89 b 76,33 a 6,70 a a 5,19 b aMaja 7,60 b 24,20 a 60,31 b 7,87 a b 6,71 a bSumenep 5,77 c 17,23 c 40,00 c 7,00 a b 5,25 b 967,78 c 210J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011Tabel 3. Rerata jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah per rumpun, per umbi, dan per plot, dan bobot kering per umbi dan per plot pada tiga ukuran umbi benih Average number of bulb, bulb diameter, fresh weight per plant, as well as per bulb, and per plot, and dry weight per bulb and per plot of three bulb seed size Ukuran umbiBulb sizeJumlah umbi bulbDiameter umbiBulb diametermmBobot basah Fresh weightgBobot kering Dry weightgRumpun PlantUmbiBulbPlotPlotUmbiBulbPlotPlotKecil Small 7,30 b 20,64 a 54,89 a 7,56 a b 5,81 a 987,78 bSedang Medium 8,61 a 20,78 a 61,87 a 7,24 a a 5,84 a aBesar Large 9,19 a 20,91 a 59,89 a 6,77 a a 5,50 a aPada penelitian ini, varietas Bima, Maja, dan Sumenep masing-masing memiliki susut bobot sebesar 41,5, 36,8, dan 35,4%. Varietas Sumenep memiliki susut bobot terendah dibandingkan kedua varietas lainnya yakni 35,4%. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Gunadi dan Suwandi 1989 dalam Kusmana et al. 2009, varietas Sumenep mengalami susut bobot sebesar 37,1-42%. Susut bobot yang relatif rendah ini kemungkinan disebabkan karena bawang merah varietas Sumenep secara genetik memiliki aroma yang lebih tajam dibandingkan varietas Bima dan Maja dan memiliki padatan terlarut yang relatif tinggi, sehingga ketika dikeringkan susut bobotnya relatif kecil. Hal ini sesuai dengan Freeman dan Whenham 1976 dalam Putrasamedja dan Soedomo 2007 bahwa aroma yang tajam pada bawang merah berkorelasi positif dengan jumlah padatan terlarut dan menurut Histifarina dan Musaddad 1998 jumlah padatan terlarut berbanding terbalik dengan kadar air dan susut bobot bawang merah. Oleh karena itu bawang merah varietas Sumenep yang memiliki aroma yang lebih tajam dibandingkan varietas Bima dan Maja memiliki padatan terlarut yang lebih banyak dan susut bobot yang lebih kecil dari keduanya. Gambar 1. Keragaan umbi benih Performance of bulb a kecil small, b sedang medium, c besar dengan hasil yang diperoleh dari large seed bulb with yield fromd benih ukuran kecil small, e benih ukuran sedang medium, dan f benih ukuran besar pada 4 hari setelah panen large seed bulb on 4 days after harvest abcd e f 211Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah Pada penelitian yang lain, Sumiati 1996 melaporkan bahwa bawang merah varietas Bima memiliki susut bobot yang lebih tinggi daripada yang dihasilkan pada penelitian ini yang sebesar 64,3%. Perbedaan ini kemungkinan akibat perbedaan tempat dan musim tanam. Sumiati 1996 menanam bawang pada bulan Juni sampai dengan September 1994 di daerah dengan ketinggian 560 m dpl., suhu rerata ± 24˚C, rerata amplitudo suhu ± 4˚C, dan tanaman dipanen ketika berumur 70 HST, sedangkan penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus sampai dengan November 2009 di daerah dengan ketinggian m dpl., suhu rerata ± 20˚C, rerata amplitudo suhu ± 9˚C, dan tanaman dipanen pada umur 90 HST. Hal yang berbeda dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh Putrasamedja dan Soedomo 2007. Bawang merah varietas Maja yang ditanam memiliki susut bobot sebesar 20,13%. Angka susut bobot varietas Maja pada penelitian Putrasamedja dan Soedomo 2007 lebih rendah 16,67% dari susut bobot yang dihasilkan pada penelitian ini 36,8%. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai dengan Februari 2007 di daerah dengan ketinggian 10 m dpl., suhu rerata ± 27˚C, rerata amplitudo suhu ± 9,5˚C, dan tanaman dipanen pada umur 60 HST. Faktor amplitudo suhu yang memengaruhi hasil dua penelitian yang berbeda pada varietas Bima dan Maja tidak terjadi pada varietas Sumenep. Hal ini kemungkinan secara genetik varietas Sumenep lebih stabil dibandingkan kedua varietas lainnya, sehingga varietas Sumenep sedikit dipengaruhi faktor lingkungan amplitudo, sedangkan varietas Bima dan Maja dominan dipengaruhi oleh lingkungan. Makin besar amplitudo suhu, berarti suhu siang hari makin tinggi dan suhu malam/pagi hari makin rendah. Suhu siang hari yang tinggi mendukung tanaman berfotosintesis dan menghasilkan fotosintat yang diakumulasi sebagai padatan terlarut dalam umbi. Pernyataan ini sesuai dengan Brewster 1994 bahwa banyaknya cahaya yang diterima daun selama masa pengumbian dapat meningkatkan padatan terlarut dalam umbi bawang. Makin tinggi padatan terlarut dalam umbi, maka makin rendah susut bobotnya. Varietas Bima menghasilkan bobot kering per rumpun signikan lebih tinggi untuk diameter umbi kecil dan sedang dibandingkan dengan varietas Sumenep, tetapi tidak berbeda signikan dengan varietas Maja. Untuk umbi berdiameter besar, bobot kering per rumpun tertinggi dihasilkan oleh varietas Maja. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan varietas Bima, tetapi berbeda nyata dengan varietas Sumenep Tabel 4.Makin besar ukuran umbi benih, maka makin besar pula kebutuhan benih per hektar dan biaya yang dibutuhkan untuk pembelian umbi benih bawang merah. Berdasarkan efisiensi biaya, penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi yang tidak berbeda dengan penggunaan umbi benih berukuran besar. Ukuran benih umbi sedang pada penelitian ini menghasilkan bawang merah dengan ukuran umbi yang masih dapat diterima petani, karena ukurannya masih dalam kisaran 2 harga benih diasumsikan dan jarak tanam 10 x 20 cm, perhitungan biaya dan esiensi penggunaan umbi benih bawang merah berukuran besar kemudian menggunakan benih berukuran sedang, atau kecil disajikan secara rinci pada Tabel 4. Produktivitas umbi benih berukuran sedang, tidak berbeda nyata dengan ukuran besar Tabel 3, hal ini berarti Tabel 4. Interaksi varietas dan ukuran umbi pada bobot kering per rumpun Interaction between variety and bulb size based on dry weight per plant VarietasVarietiesUkuran umbi Bulb sizeKecilSmallSedangMediumBesarLargeBima 58,00a 62,33a 56,67aA A AMaja 39,67ab 52,67ab 62,00aA A ASumenep 27,67b 34,67b 27,67bA A A 212J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011dapat menghemat biaya pembelian benih bawang merah antara 14-16,5 juta rupiah Tabel 5, atau esiensi sekitar 33-40% per umumnya petani menggunakan benih hasil perbanyakan sendiri atau dari penangkar yang belum menggunakan standar ukuran benih. Idealnya benih yang seragam dipergunakan dalam produksi untuk memperoleh kestabilan hasil. Berdasarkan standar nasional Indonesia SNI untuk benih dasar BD dan benih sebar BS tidak ditemukan syarat pengkelasan mutu berdasarkan ukuran umbi, sedangkan untuk umbi konsumsi, umbi bawang merah berdiameter minimal 1,7 cm dimasukkan dalam mutu I dan bawang berdiameter minimal 1,3 cm termasuk dalam mutu II. Dari hasil penelitian ini, para penangkar benih dapat mengelompokkan umbi benih bawang merah sesuai ukuran dan menjual atau memakai umbi berukuran sedang sebagai umbi benih dan menjual umbi berukuran besar sebagai bawang konsumsi. Petani diuntungkan dua kali ketika menggunakan umbi berukuran sedang. Pertama, keuntungan diperoleh dari penghematan biaya produksi untuk benih jika benih diperoleh dengan membeli. Namun petani memperoleh hasil yang sama dengan penggunaan umbi berukuran besar. Kedua, petani dapat menjual umbi berukuran besar untuk konsumsi dengan harga yang lebih tinggi, karena umbi ukuran ini masuk kelas I dan memakai sendiri umbi berukuran sedang sebagai Varietas dan ukuran umbi memberikan pengaruh yang nyata pada parameter yang Jumlah umbi terbanyak dihasilkan oleh varietas Bima, sedangkan ukuran diameter umbi terbesar dihasilkan oleh varietas Ukuran umbi sedang dan besar memberikan hasil yang tidak berbeda Penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang Bima 1,39-1,77 cm, Maja 1,46-1,97 cm, Sumenep 1,27-1,63 cm dapat digunakan untuk produksi bawang merah yang dapat menekan biaya produksi untuk benih sekitar 33-40%.UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih kami sampaikan kepada Hibah Program Sinergi Penelitian Pengembangan Bidang Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana yang diberikan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Bambang Subiyanto atas bimbingan dan masukan terhadap penulisan hasil penelitian ini. Tabel 5. Analisis esiensi penggunaan tiga kelompok ukuran benih tiga varietas bawang merah Analysis of efciency on utilization of three class bulb seed size on shallots VarietasVarietyUkuran umbiBulb sizeReratabobot per umbiAverage weight of per bulbgKebutuhan benihper haSeed/hakgBiayauntuk benihSeed costRpPenghematan*SavingRp %BimaK 1,31 654,5 70,42S 2,83 36,06B 4,43 0 0,00MajaK 1,28 642 70,75S 2,93 33,23B 4,39 0 0,00SumenepK 1,04 521 2,45 1223,5 4,09 2046 0 dengan kelompok ukuran benih sedang Was compared to medium bulb seed. Asumsi harga benih Seed price assumption K = Kecil Small, S = Sedang Medium, B = Besar Large 213Azmi, C. et al. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah PUSTAKA1. Ambarwati, E. dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Ilmu. 102 Ashrafuzzamani, M., M. Nasrul Millat, M. Razi Ismail, M. K. Uddin, S. M. Shahidullah, and Sariah Meon. 2009. Paclobutrazol and Bulb Size Effect on Onion Seed Production. Int. J. Agric. Biol. 113 Basuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1. 8 _________. 2009a. Analisis Tingkat Preferensi Petani Brebes terhadap Karakteristik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal Asal Dataran Medium dan Tinggi. J. Hort. 194 _________. 2009b. Analisis Tingkat Preferensi Petani terhadap Karakteristik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor. J. Hort. 19 2 _________. 2009c. Preferensi Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian. J. Hort. 193 _________. 2010. Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202 Brewster, 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. CAB International, Cambridge. 236 Budianto, Aris, Ngawit, dan Sudika. 2009. Keragaman Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar Ampenan. Crop Agro. 21 Histifarina, D. dan D. Musaddad. 1998. Pengaruh Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang Merah. J. Hort. 81 Koswara, E. 2007. Teknik Pengujian Daya Hasil Beberapa Varietas Bawang Merah di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Bul. Teknik Pert. 112 Kusmana, R. S. Basuki, dan H. Kurniawan. 2009. Uji Adaptasi Lima Varietas Bawang Merah Asal Dataran Tinggi dan Medium pada Ekosistem Dataran Rendah Brebes. J. Hort. 193 Lancaster, J. E., C. M. Triggs, J. M. De Ruiter, and P. W. Gandar. 1996. Bulbing in Onions Photoperiod and Temperature Requirements and Prediction of Bulb Size and Maturity. Annals Botany. 78 Limbongan, J. dan Maskar. 2003. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi Bawang Merah Palu di Sulawesi Tengah. J. Litbang Pert. 223 Maskar, Sumarni, A. Kadir, dan Chatijah. 1999. Pengaruh Ukuran Bibit dan Jarak Tanam terhadap Hasil Panen Bawang Merah Varietas Lokal Palu. Prosiding Seminar Nasional. Palu, 3-4 November 1999. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hlm Nurasa, T. dan V. Darwis. 2007. Analisis Usahatani dan Keragaan Marjin Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. J. Akta Agrosia. 101 Putrasamedja, S. dan P. Soedomo. 2007. Evaluasi Bawang Merah yang Akan Dilepas. J. Pembangunan Pedesaan. 73 Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 Sumiati, E. 1996. Konsentrasi Optimum Mepiquat Klorida untuk Peningkatan Hasil Umbi Bawang Merah Kultivar Bima Brebes di Majalengka. J. Hort. 62 _______. dan N. Sumarni. 2006. Pengaruh Kultivar dan Ukuran Umbi Bibit Bawang Bombay Introduksi terhadap Pertumbuhan, Pembungaan, dan Produksi Benih. J. Hort. 161 Sutono, S., W. Hartatik, dan J. Purnomo. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan Hara Terpadu untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 41 Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaniningsih, dan Wahdania. 2003. Pengkajian Sistem Usahatani Bawang Merah Di Sulawesi Selatan. J. Pengkajian dan Pengemb. Teknol. Pert. 62141-153. ... Jumlah umbi bawang merah pada perlakuan kompos tablet 20 ton/ha menunjukan jumlah paling tinggi dan telah sesuai dengan potensi dari bawang merah varietas Bima. Menurut Azmi et al. 2011 yang menyatakan bahwa jumlah umbi bawang merah varietas Bima mencapai Potensi maksimum jumlah umbi bawang merah adalah 7 -12 umbi per tanaman. ...... Selain faktor kesediaan unsur hara, ukuran diameter umbi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Menurut Azmi et al. 2011 yang menyatakan bahwa fenotipik tanaman dipengaruhi oleh dua unsur yaitu genetik dan kondisi lingkungan. Menurut Kartinaty et al. 2018 yang menyatakan bahwa diameter umbi bawang merah varietas Bima yang ditanam di Kalimantan Barat adalah mm atau setara dengan cm. ...Zakiyuddin AhmadChintya RamadhaniChintia Damayani Parangin Angin Eny FuskhahPenelitian ini untuk mengetahui hasil produksi tanaman bawang merah dan kandungan vitamin C umbi melalui perlakuan pemberian pupuk kompos diperkaya mineral dan Trichoderma sp. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap monofaktor 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan perlakuan tanpa pemberian pupuk, pupuk NPK mutiara 250 kg/ha, kompos tablet 5 ton/ha, kompos tablet 10 ton/ha, kompos tablet 15 ton/ha, dan kompos tablet 20 ton/ha. Parameter yang diamati adalah, jumlah umbi, diameter umbi, berat kering umbi, berat kandungan vitamin C umbi. Data pengamatan dianalisis dengan ANOVA dilanjutkan uji DMRT. Hasil penelitian menunjukan perlakuan pemberian pupuk kompos tablet diperkaya mineral dan Trichoderma sp. tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter umbi bawang merah. Namun pemberian pupuk kompos tablet diperkaya mineral dan Trichoderma sp. pada dosis kompos tablet 20 ton/ha berpengaruh terhadap jumlah umbi, bahan kering tajuk, dan bahan kering umbi.... Pengaturan jarak tanam pada hakekatnya adalah pengaturan ruang hidup sehingga persaingan terhadap unsur hara, air, sinar matahari antar individu tanaman dapat ditekan. Menurut Azmi et al., 2016, bahwa jarak tanam lebih rapat kemungkinan terjadi persaingan tanaman untuk mendapatkan air, unsur hara dan sinar matahari lebih besar, akibatnya aktivitas fotosisntesis menurun sehingga sintesi dan translokasi makanan ke dalam bunga dan buah menjadi kecil. ...... Dengan penerimaan cahaya yang banyak, maka aktivitas fotosistesis juga lebih tingg, sehingga energi yang ada juga semakin beasar akibatnya meningkatkan produksi. Menurut Azmi et al., 2016 bahwa produksi susatu tanaman ditentukan oleh aktivitas dalam sel dan jaringan tanaman. ... Gighih Wisnu Jaya PamungkasMS Prijo RahardjoIr. Junaidi MPThe narrowing of the agricultural area forces people to think about making maximum use of the existing land while multiplying the outputs, for example, by the verticulture system. There are several models in this system depending on the planting system to be adjusted to the size of the available land. They consist of a single pot system, hanging, horizontal, terraced or vertical. For a strictly limited yard area, it seems that a hanging or vertical single pot system is more suitable. Meanwhile, only vertical and hanging systems are suitable for flats or apartments, because the yard is relatively non-existent. This research focused on the planting of shallots by the verticulture system at various sizes of polybags and the various planting distance between the racks. This research used a factorial design based on a randomized block design consisting of two factors. The results of the study concluded that there was an interaction between the treatment of polybags size and the planting distance between the shelves in the growth parameters, namely plant height at age 21 and 28 days after planting DAP. The number of leaves had significant interactions at the age of 28 and 35 DAP. Meanwhile, for the production parameters of wet weight and dry weight of plants, the combination of P2 R2 and P3 R3 treatments gave the highest yield on the parameters of plant height, the number of leaves, wet weight of stover and dry weight of stover. Separately, the P2 and P3 polybag size treatments gave the highest yields on the parameters of the number of tubers per plant. While the distance between treatment racks R2 and R3 gave the highest results. Dengan semakin menyempitnya areal pertanian, maka perlu kita pikirkan bagaimana memanfaatkan lahan yang ada secara maksimal dan hasilnya berlipat ganda. Misalnya dengan sistem vertikultur. Sistem ini ada beberapa model seperti yang diungkapkan oleh Lukman, 2011, yaitu sistem penanaman yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan luas tidaknya lahan yang tersedia. Apakah sistem pot tunggal, gantung, horizaontal bertingkat maupun vertikal, Tetapi untuk halaman yang sangat terbatas luasnya, agaknya sistem pot tunggal gantung atau vertikal lebih sesuai. Sementara untuk rumah susun hanya sistem vertikal dan gantung yang sesuai, karena halamannya relatif tidak ada. Bils ysng dipilih tepat, lingkungan rumah akan tampak hijau tapi tidak terkesan menyita tempat. Dari permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini akan dicoba upaya penenaman bawang merah dalam sistem vertikultur pada berbagai ukuran polibag dan jarak antar rak. Percobaan ini menggunakan rancangan faktorial yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok yang terdiri dari dua faktor. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut Terjadi intersaksi antara perlakuanukuran polibag dengan jarak antar rak pada parameter pertumbuhan yaitu tinggi atanaman umur 21 dan 28 HST interaksi sangat nyata dan umur 35 HST interaksi nyata. Parater jumlah daun interaksi nyata pada umur 28 dan 35 HST. Sedangkan pada parameter produksi berat basah dan berat kering tanaman. Kombinasi perlakuan P2 R2 dan P3 R3 memberikan hasil tertinggi pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah brangkasan dan berat kering terpisah pada perlakuan ukuran polibag P2 dan P3 memberikan hasil yang tertinggi pada parameter jumlah umbi per tanaman. Sedangkan jarak antar rak perlakuan R2 dan R3 memberikan hasil yang tertinggi.... Perlakuan jarak tanam 10 cm x 20 cm pada kombinasi biochar memperlihatkan bobot tanaman yang tertinggi pada tanaman bawang merah Hidayatullah et al., 2021. Menurut penelitian Azmi et al. 2011 bawang merah merupakan tanaman hari panjang, proses pembentukan umbi lebih lama dibandingkan tanaman hari pendek. Bawang merah dapat terus tumbuh untuk menghasilkan cabang ketika panjang hari minimum tercapai. ...Amanda Iktacia NolaTaufan HidayatJumini JuminiAbstrak. Penelitian ini memiliki tujuan bagaimana mengidentifikasi pengaruhnya jarak tanam dan dosis kompos ampas kopi terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Riset ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK faktorial 4 x 3 yang 3 pengulangan. Faktor yang diperhatikan yakni jarak tanamnya yang berisikan 3 taraf yakni 10 cm x 15 cm, 15 cm x 25 cm, dan 20 cm x 30 cm dan penambahan dosis kompos ampas kopi yang berisikan 4 taraf kontrol, 15, 30, dan 45 ton ha-1. Hasil riset memperlihatkan bahwasanya jarak tanam memiliki pengaruh yang nyata terhadap potensi hasil. Produksi tanaman terbaik ditemui di perlakuan berjarak tanam 10 cm x 20 cm. Dosis kompos ampas kopi berpengaruh sangat nyata pada tingginya tumbuhan berumur 2, 4, dan 6 MST, diameter umbi, bobot kering umbi per rumpun, dan produksi tanaman. Pertumbuhan dan hasil bawang merah paling baik ditemukan dalam perlakuan kontrol tanpa kompos. Ada interaksi yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman 2, 4, dan 6 MST, diameter umbi, bobot kering umbi per rumpun dan interaksi nyata terhadap potensi hasil. Pertumbuhan dan produksi bawang merah terbaik ditemui di penggabungan perlakuan jarak tanam 10 cm x 20 cm yang berperlakuan kontrol tanpa kompos ampas kopi.Kata kunci Ampas kopi, Bawang merah, Jarak tanam, KomposAbstract. The aim of tis study is to find out the effect of planting distance and the dose of coffee pulp compost on the growth and production of onions. Method that used in this study is a Randomized Design Group of 4 x 3 factorial patterns with 3 repeats. Factors studied were planting distance consisting of 3 levels 10 cm x 15 cm, 15 cm x 25 cm, and 20 cm x 30 cm and a dose of coffee pulp compost consisting of 4 levels control, 15, 30, and 45 tons ha-1. The results showed that planting distance has a very real effect on the potential of results. The best potential results are found in the treatment of planting distance of 10 cm x 20 cm. The compost dose of coffee grounds has a very noticeable effect on the height of plants aged 2, 4, and 6 WAP, bulb diameter, dry weight of bulbs per clump, and potential yield. The best onion growth and results are found in the control treatment without compost. There is a very noticeable interaction with plant height of 2, 4, and 6 WAP, bulb diameter, dry weight of bulbs per clump and real interaction of potential yields. The best growth and production of onions is found in the combination of 10 cm x 20 cm planting distance treatment with control treatment without coffee grounds compost.... Pengaplikasian giberelin dapat berhasil jika dilihat dari jenis tanaman, varietas, dan kondisi tanaman tersebut Lakitan, 1990. Azmi et al. 2011 menyatakan varietas Bima Brebes, Sumenep dan Maja memiliki diameter berbeda karena adanya pengaruh faktor genetik dari setiap varietas. Putrasamedja 2007 menyatakan diameter umbi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. ...Farah ZairinaMarai RahmawatiMardhiah HayatiBawang merah memiliki harga jual yang tinggi di pasaran. Penggunaan giberelin pada beberapa varietas bawang merah merupakan faktor pendukung dalam berhasilnya budidaya bawang merah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor yang diteliti yaitu konsentrasi giberalin dan varietas, serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Kebun Percobaan dua dan Laboratorium Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala dari Juni hingga Agustus 2021. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor yang diteliti yaitu konsentrasi giberelin 0 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm dan tiga varietas Bima Brebes, Tajuk, dan Vietnam. Hasil penelitian memperlihatkan, konsentrasi giberelin berpengaruh nyata pada tinggi tanaman umur 40 HST. Tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan kontrol. Tinggi tanaman umur 70 HST tertinggi pada varietas Tajuk. Jumlah anakan per rumpun umur 30, 40, 50, 60 dan 70 HST, dan jumlah umbi per rumpun tertinggi pada varietas Bima Brebes. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara kedua faktor yang diteliti. The Effect of Gibberellin Concentration on Growth and Yield of Several Shallot Allium ascalonicum L. VarietiesShallots are commodities that have a high selling value in the market. The use of gibberellins in several shallot varieties is a supporting factor to the success of shallot cultivation. The purpose of this research is to appropriate concentration of gibberellins and varieties, as well as the interaction between these two factors on the growth and yield of shallots. This research was conducted in Experimental Garden 2 and Horticulture Laboratory, Agriculture Faculty, Syiah Kuala University during June until August 2021. This research used a 3 x 3 factorial randomized block design that repeated three times. The factors researched was the concentration of gibberellins 0 ppm, 125 ppm, 250 ppm and three shallot varieties Bima Brebes variety, Tajuk variety, and Vietnam variety. The results showed, that the concentration of gibberellins significant to plant height on 40 DAP. The highest plants were found in the control treatment. The highest plant at 70 DAP was found in Tajuk variety. The best number of saplings per clump on 30, 40, 50, 60, and 70 DAP, and the number of bulbs per clump on Bima Brebes variety. There was no interaction between the concentration of gibberellins and shallot varieties on all observed variables.... an terjadi Luta, 2020. Varietas bima dapat beradaptasi baik di lahan sulfat masam, sehingga varietas bima mampu beradaptasi dengan luas dikarenakan fenotipik tanaman ditentukan oleh interaksi antara genetik varietas dengan lingkungan. Varietas yang berdaya hasil tinggi di suatu temoat belum tentu memberikan hasil yang sama ditempat lain Azmi, et. al, 2011 ...Luta Devi AndrianiSiregar MaimunahWahyuni Sri Br. PAGrowth of shallot plants could be increased through good plant cultivation such as using organic materials that can improve physical, chemical and biological properties in the soil and contain macro and micronutrients so that organic matter is needed in the form of municipal waste compost. The research objective was to study the responsiveness of the growth of onion varieties due to the application of municipal waste compost. This research was carried out in the Bandar Senembah village Binjai district Barat in February-March 2019. The study used a randomized block design RAK with 2 factors and 3 blocks. The first factor is the variety V and the second factor is Municipal waste compost K. The results showed that that the best varieties are varieties Bima Brebes. Where the variety showed the highest leaf length per sample and highest number of tillers per sample while the application of municipal waste compost does not show a significant effect on parameters of leaf length per sample but for the number of tillers per sample shows a significant effect where the best results in the application of 3 kg/m2 plot municipal waste compost. REFERENCES Ahmed, M. E., El-Kader, N. I. A. & Derbala, 2009. Effect of Irrigation Frequency and Potassium Source on the Productivity, Quality, and Storability of Garlic. Australian Journal Of Basic and Applied Sciences, 34, 4490–4497. Alfian, D. F., Nelvia & Yetti, H. 2015. The Effect of Potassium Fertilizer and Compost Mixture of Oil Palm Empty Bunches with Boiler Ash on Growth and Yield of Onion Allium ascalonicum L.. Jurnal Agroekoteknologi, 52, 1-6. Amiroh, A. 2017. Pengaplikasian dosis pupuk bokashi dan KNO3 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman melon Cucumis melo L.. Jurnal Saintis, 91, 25 - 36. Arisha, H. M. E.,. Ibraheim, S. K. A & El-Sarkassy, N. M. 2017. The response of garlic Allium sativum L. yield, volatile oil, and nitrate content to foliar and soil application of potassium fertilizer under sandy soil conditions. Middle East Journal of Applied Sciences, 71, 44-56. Aslamiah, I. D., dan Sularno. 2017. The response of growth and production of peanut plants of the addition of organic fertilizer concentration and reduction of an organic fertilizer dosage. Prosiding Seminas Nasional Fakultas Pertanian UMJ. BPS. 2018. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta. Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk kalium pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura, 192,174-185. Hickey, M. 2012. Growing Garlic in NSW Second Edition. Primefact 259. Department of Primary Industries. NSW Government. Australia. Hilal, Selim, & El-Neklawy, 1992. Enhancing and retarding effect of combined sulfur and fertilizer applications on crop production in different soils. In Proceedings Middle East Sulphur Symposium 12-16 February, Cairo, Egypt. Marschner, P. 2012. Mineral Nutrition of Higher Plants Third Edition. Elsevier Ltd. Oxford. Nainwal, R. C., Sigh, D., Katiyar, R. S., Sharma, I & Tewari, S. K. 2015. The response of garlic to integrated nutrient management practices in a sodic soil of Uttar Pradesh, India. Journal of Spices and Aromatic Crops, 241, 33-36. Putra, A. A. G. 2013. Kajian aplikasi dosis pupuk ZA dan kalium pada tanaman bawang putih Allium sativum L.. Jurnal Ganec Swara, 72, 10–18. Setiawati, W., Murtiningsih, R., Sopha, G. A & Handayani, T. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Shafeek, M. R., Nagwa, M. H., Singer, S. M., & El-Greadly, N. H. 2013. Effect of potassium fertilizer and foliar spraying with Ethereal on plant development, yield, and bulb quality of onion plants Allium cepa L. Journal of Applied Sciences Research, 92, 1140-1146. Sholihin, Y., Suminar, E., Rizky, & Pitaloka, 2016. Meristem explants growth of garlic Allium sativum L. Cv. tawangmangu on various compositions of kinetin and ga3 in vitro. Jurnal Kultivasi, 153, 172–179. Sulichantini, E. D. 2016. Effect of plant growth regulator Concentration Against Regeneration Garlic Allium sativum L In the Tissue Culture.. Jurnal Agrifor, 151, 29–38. Suminarti, 2010. The Effects of N and K Fertilization on the Growth and Yield of Taro on Dry Land. Akta Agrosia, 131, 1–7. Uke, K. H. Y., Barus, H & Madauna, I. W. 2015. Effect of Tuber Sizes and Potassium Dosages on Growth and Production of Shallots var. Lembah Palu. Jurnal Agrotekbis, 36, 655 - 661. Utomo, & Suprianto, A. 2019. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah Allium ascalonicum L. varietas thailand terhadap perlakuan dosis pupuk kusuma bioplus dan KNO3 putih. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia, 41, 28–34. Wu, C., Wang, M., Cheng, Z & Meng, H. 2016. The response of garlic Allium sativum L. bolting and bulbing to temperature and photoperiod treatments. Biol Open, 54, 507-518.... Bulbs from loose spacing tend to have larger tuber diameters. Azmi et al., [7] reported similar results that large tubers will produce tubers with a large diameter as well. ...T E N SiagianE R SasmitaE B IrawatiShallot Allium ascalonicum L. is a kind of horticultural commodity, which has good development potential in Indonesia. In order to overcome the uncertainty of climatic conditions and demand that continues to increase as the population of Indonesia increases, it is necessary to develop shallot cultivation techniques using the NFT hydroponic system. This study aimed to determine the effect of the interaction between plant spacing and tuber cutting on the growth and yield of shallots. The study was conducted in February-April 2021 at Hidroponikpedia, Pandowoharjo, Kab. Sleman, Special Region of Yogyakarta 55512. The study used a two-factor split-plot design replicated 3 times. The main plot used plant spacing consisting of 3 levels 10x10 cm, 10x15 cm, and 10x20 cm and the subplot used the tuber cutting consisting of 3 levels without cutting, cutting 1/3 parts, and cutting 1/4 parts. Record data on growth and yield parameters, and perform analysis of variance ANOVA at the 5% level of significance. The results showed that there was no interaction between plant spacing and tuber cutting on the growth and yield of shallot. The tuber cutting treatment has obvious growth and yield, but the difference in plant spacing between the kinds of plant spacing is not nofiyantoPriyono PriyonoSiswadi SiswadiPenelitian ini berjudul “Kajian Dosis Pupuk N Dan Pupuk Kandang Kambing Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah Allium Ascalonicum. L”. Tujuannya untuk mengkaji pengaruh pupuk N dan pupuk kandang kambing terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Pelaksanaan pada tanggal 18 November 2022 hingga 20 Januari 2023 di di Dusun Senayu, Desa Tunggur, Kec. Slogohimo, Kab. Wonogiri, Jawa Tengah. Metode yang digunakan yaitu RAKL Faktorial dengan 2 faktor. Faktor 1 yaitu pupuk kandang kambing K dengan 3 taraf, meliputi K0 = Kontrol, K1 = 100 g/tan, dan K2 = 200 g/tan. Faktor 2 yaitu dosis pupuk N dengan 4 taraf, sebagai berikut D0 = Tanpa perlakuan, D1 = 0,5 gr/tan, D2 = 1 gr/tan, dan D3 = 1,5 gr/tan. Sehingga dari rancangan tersebut terdapat 12 kombinasi serta diulang 3 kali. Data parameter di dianalisis dengan ANOVA kemudian dilanjut menggunakan uji DMRT taraf 5%. Dari kesimpulan menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk N berpengaruh terhadap pengamatan jumlah daun, pemberian pupuk kandang kambing berpengaruh pada pengamatan tinggi tanaman, diameter umbi, dan berat segar umbi per tanaman, Interaksi perlakuan dosis pupuk N dan pupuk kandang kambing tidak berpengaruh pada semua NurPenelitian ini bertujuan mengidentifikasi lengas tanah/kadar air pada perlakuan frekuensi penyiraman, mendapatkan varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman, mengetahui adanya interaksi antara varietas bawang merah dan frekuensi penyiraman yang diujikan dilihat dari variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian lapangan dilakukan di Desa Pulosari Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes selama tiga bulan Juni sampai dengan Agustus 2020. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah tiga varietas bawang merah V1 = Bima, V2 = Kuning dan V3 = Sumenep. Anak petak ialah frekuensi penyiraman F1 = satu kali sehari, F2 = dua kali sehari. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada taraf kesalahan 5 %, apabila terjadi perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil BNT taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kadar lengas tanah tertinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman dua kali sehari 36,05 cm-1, varietas bawang merah yang menghasilkan pertumbuhan dan hasil paling tinggi pada perlakuan frekuensi penyiraman adalah Sumenep V3 dan adanya interaksi varietas dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan hasil bawang Puji AstokoNunuk HelilusiatiningsihTitik IrawatiABSTRAK Bawang merah merupakan tanaman semusim yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Di Kabupaten Nganjuk menurut data BPS, bawang merah ditanam di 19 kecamatan pada total lahan seluas ha di tahun 2019; ha di tahun 2020; dan lahan seluas ha di tahun 2021. Total produksi bawang merah sebesar ton pada tahun 2021 dengan produktivitas sebesar ton/ha. Produksi ini masih di bawah potensi produksi yang sebesar 10 ton/ha. Upaya untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan memberi perlakuan pembenah tanah. Tujuan penelitian adalah mengkaji produksi bawang merah dengan beberapa pembenah tanah. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan 3 macam pembenah tanah, yaitu 1 Orkap Pembenah tanah pupuk kandang 2 ton/ha + kapur pertanian 2 ton/ha + Urea 200 kg/ha +ZA 200 kg/ha + SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha; 2 BePom Pembenah tanah Beka-Pomi + bahan organik 2 ton/ha +Urea 200 kg/ha +SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha dan 3 Konven Metode yang diterapkan petani, yaitu pupuk NPK 16-16-16 dosis 400 kg/ha + Urea 200 kg/ha, ZA 200 kg/ha + pupuk majemuk NPS 16-20-12 dosis 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha. Setiap perlakuan dilakukan di dua lokasi masing-masing seluas 1250 m2. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot basah tanaman, jumlah dan diameter umbi segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan BePom memberikan tinggi tanaman yang tertinggi dibanding perlakuan Konven. Jumlah anakan bawang merah terbanyak dicapai pada perlakukan Orkap. Sementara bobot basah tanaman, jumlah dan diameter umbi bawang merah tidak berbeda nyata pada semua perlakuan pembenah tanah. Ketiga perlakuan memberikan hasil yang sama baiknya. ABSTRACTShallot is an annual plant that is widely used as spice. In Nganjuk Regency, according to BPS data, shallots were planted in 19 sub-districts on a total land area of 13,861 ha in 2019; 14,505 ha in 2020; and land area of 16,780 ha in 2021. Total shallot production is tons in 2021 with a productivity of tons/ha. This production is still below the potential production of 10 tons/ha. Efforts to increase production can be done by treating the soil amendments. The research objective was to study shallot production with several soil amendments. The study was conducted using a randomized block design with 3 types of soil amendments, namely 1 Orkap 2 tons/ha of manure + 2 tons/ha of agricultural lime + 200 kg/ha of Urea + 200 kg/ha of ZA + SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha; 2 BePom Beka-Pomi soil enhancer + organic matter 2 tonnes/ha +Urea 200 kg/ha +SP-36 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha and 3 Konven The method applied by farmers, namely fertilizer NPK 16-16-16 dose of 400 kg/ha + Urea 200 kg/ha, ZA 200 kg/ha + compound fertilizer NPS 16-20-12 dose of 400 kg/ha + KCl 400 kg/ha. Each treatment was carried out in two locations with an area of 1250 m2 each. Parameters observed included plant height, number of tillers, fresh weight of plants, number and diameter of fresh tubers. The results showed that the BePom treatment gave the highest plant height compared to the Konven treatment. The highest number of shallot tillers was achieved in the Orkap treatment. While the fresh weight of the plants, the number and diameter of shallot bulbs were not significantly different in all soil enhAslidayantiNurcayaPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Berbagai Ukuran Umbi terhadap pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Varietas Bima. Dilaksanakan di Desa Arajang Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo yang pelaksanaannya berlangsung dari Februari sampai Mei 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan perlakuan Ukuran Umbi bawang merah terdiri dari 3 antara lain ukuran kecil U1, Ukuran sedang U2 dan Ukuran Besar U3. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, sehingga jumlah unit perlakuan sebanyak 15 3 x 5. Selanjutnya setiap unit perlakuan ditanam pada setiap petakan yang telah disiapkan dengan ukuran 1 m x 1 m. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Perlakuan pengaruh berbagai ukuran umbi bawang merah terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan, baik parameter pertumbuhan maupun parameter produksi. Berdasarkan hasil rata-rata pengamatan secara umum menunjukkan perlakuan ukuran umbi U2 ukuran sedang memberikan nilai rata-rata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan ukuran kecil U1 dan besar U3. Sesuai hasil produksi yang diperoleh untuk ukuran sedang U2 sebanyak 9,32 ton/ha, dan terendah perlakuan umbi kecil U1 sebesar 8,20 ton/ experimentation was done at Bangladesh Agricultural University, Mymensingh during, 2005-2006 to evaluate doses of paclobutrazol PBZ and bulb size of onion for their effect on growth and seed production of onion. Onion variety "Taherpuri" with three-bulb sizes viz., small, medium and large was used. Doses of PBZ were 20, 40, 80 ppm and no PBZ was used as control. A two-factor experiment was laid out in a randomized complete block design with three replications. PBZ application significantly reduced plant height, number of tillers per bulb, number of leaves per plant and length of scape. Number of flowers, umbels per bulb, umbel diameter, 1000-seed weight and seed yield were not influenced by PBZ concentrations used. Plant height, number of leaves per plant, length of scape, effective fruits per umbel, percentage of fruit set and seed yield were positively influenced by bulb size of onion. Variable interactive effects of PBZ dose and bulb size for different traits were L. BrewsterThis fully revised, expanded and updated edition of the successful text, Onions and Other Vegetable Alliums, relates the production and utilization of these familiar and important vegetable crops to the many aspects of plant science underpinning their production and storage technologies. Chapters cover species and crop types, plant structure, genetics and breeding, physiology of growth and development as well as pests and diseases, production agronomy, storage after harvest and the biochemistry of flavour, storage carbohydrates and colour and how this relates to nutritional and health benefits. From this wide perspective it is possible to see many examples where underlying scientific knowledge illuminates, explains and can improve agronomic practice. The reader will get an insight into how molecular methods are revolutionizing the study of taxonomy, genetics, pathology and physiology and how these methods are being applied in the breeding of improved size and maturity are key characteristics of an onion crop and the onset of bulbing is an important determinant of these. In this paper we describe an experiment in which bulb and neck diameter and leaf number were measured in onion crops cultivars Pukekohe Longkeeper and Early Longkeeper with different sowing dates planted at two different locations in New Zealand. A sensitive indicator of earliest time of bulbing was developed using the ratio of bulb and neck diameters and the statistical technique of cusums. Bulb diameter at bulbing was related to thermal time accumulated prior to bulbing. Bulbing only occurred when dual thresholds of a minimum thermal time of 600 degree days and a photoperiod of h were reached. Mathematical relationships were developed between leaf number, sowing date, bulbing date and bulb growth and maturity. Final bulb size could be predicted from bulb size at bulbing and number of leaves produced after bulbing. Bulb maturity date could be predicted by number of leaves after Stabilitas Hasil Bawang MerahE P AmbarwatiYudonoAmbarwati, E. dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah. Ilmu. 102 Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1R S BasukiBasuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1. 8 Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian_________. 2009c. Preferensi Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian. J. Hort. 193 Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes_________. 2010. Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202 Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar AmpenanAris BudiantoDan NgawitSudikaBudianto, Aris, Ngawit, dan Sudika. 2009. Keragaman Genetik Beberapa Sifat dan Seleksi Klon Berulang Sederhana pada Tanaman Bawang Merah Kultivar Ampenan. Crop Agro. 21 Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang MerahD D HistifarinaMusaddadHistifarina, D. dan D. Musaddad. 1998. Pengaruh Cara Pelayuan Daun, Pengeringan, dan Pemangkasan Daun terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang Merah. J. Hort. 811036-1047.
Bawangmerah, TSS, Giberelin, Auksin, Umbi: Sumber: Staf Input/Edit: Alice Diniarti File: 1 file: Tanggal Input: 27 Sep 2017 yang kurang mendukung tersebut dapat diatasi dengan menambahkan ZPT berupa giberelin dan auksin sehingga tanaman bawang merah mampu menghasilkan TSS dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
Salah satu taburan wajib dalam makanan berkuah adalah bawang merah goreng. - Salah satu taburan wajib dalam makanan berkuah adalah bawang merah goreng. Biasanya bawang merah goreng sering digunakan sebagai hiasan untuk makanan, seperti mi goreng, nasi goreng, sup, mi ayam, atau bubur. Taburan bawang merah goreng di atas hidangan memberikan sentuhan gurih dan tekstur yang renyah. Tahukah kamu? Bawang merah goreng enggak hanya untuk memperkuat aroma makanan, lo. Namun juga berguna sebagai penyedap rasa masakan sehingga meningkatkan selera makan, Kids. Selain itu, bawang merah goreng bisa digunakan sebagai taburan di atas salad untuk memberikan rasa gurih dan renyah. Meski terlihat mudah dalam pembuatannya, ternya diperlukan trik khusus untuk menghasilkan bawang merah goreng yang renyah dan gurih. Yuk, kita cari tahu sama-sama apa saja tips agar bawang merah goreng renyah dan gurih, Kids! Tips agar Bawang Merah Goreng Renyah dan Gurih 1. Pilih Jenis Bawang yang Tepat Pilihlan bawang yang tepat adalah langkah pertama untuk menciptakan bawang goreng yang renyah dan gurih. Baca Juga 5 Kondimen Terpopuler dari Indonesia versi Taste Atlas 2023, Salah Satunya Bawang Goreng Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Tanamanbawang merah yang ditanam di sela tanaman kopi adalah bawang merah asal biji (true shallot Seeds/TSS) varietas Lokananta dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Penggunaan TSS juga mempunyai beberapa kelebihan dibanding penggunaan bibit umbi, yaitu volume kebutuhan TSS lebih rendah (3-4 kg/ha) dari pada umbi bibit (1-1,5 ton/ha).
Umbibibit yang besar dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan. Umbi bibit berukuran besar (Ø > 1,8 cm) akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi (Stallen dan Hilman
6UAZcB.
xat2ej85cm.pages.dev/303xat2ej85cm.pages.dev/331xat2ej85cm.pages.dev/180xat2ej85cm.pages.dev/74xat2ej85cm.pages.dev/287xat2ej85cm.pages.dev/214xat2ej85cm.pages.dev/335xat2ej85cm.pages.dev/431
1 umbi bawang merah menghasilkan